Lalui krisis
Namun, Felix Tanumulia mengakui es krim Zangrandi juga menghadapi beberapa tantangan dalam menjaga eksistensinya.
Meskipun Indonesia pernag mengalami konflik pada 1965 dan pernah mengalami krisis ekonomi pada 1998, usaha ini tidak terlalu terdampak secara signifikan.
”Menurut saya waktu itu Surabaya itu tidak terdampak yang sangat signifikan. Mungkin yang terdampak itu paling besar di Jakarta ya. Di Surabaya pada saat itu masih cukup kondusif,” kata Felix.
Baca juga: Kisah Jamu Ginggang, Kuliner Legendaris Peninggalan Pakualam VII, Eksis hingga Generasi Kelima
Namun, ia mengaku bahwa krisis terbesar yang dialami oleh Zangrandi adalah pada 2019 hingga 2022, tepat ketika pemerintah kota membangun Alun-alun Surabaya bawah tanah pada pertengan 2019.
Kemudian tak lama kemudian Covid-19 melanda Surabaya pada Maret 2020.
Menurut Felix, pembangunan alun-alun bawah tanah menyebabkan Jalan Pemuda dan Jalan Yos Sudarso, sekitar Zangrandi, ditutup selama enam bulan, sehingga omset turun hampir 80 persen.
Meskipun ada jalan alternatif yang disiapkan, banyak pelanggannya yang khawatir terjebak kemacetan jika sudah berada di area Jalan Pemuda atau Jalan Yos Sudarso.
Setelah jalanan dibuka, pandemi Covid-19 membuat aturan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diberlakukan, sehingga omset semakin menurun.
“Justru krisisnya Zangrandi terbesar itu tahun 2019 itu sampai 2022. Itu masa terberatnya kita,” ujar Felix.
Baca juga: Sejarah Permen Davos, Kembang Gula Legendaris Asal Purbalingga
Untuk mengatasi krisis tersebut, Felix mengatakan bahwa ia melakukan efisiensi tenaga kerja, tetapi tidak memecat karyawan.
Ia hanya menyesuaikan jam kerja dan tidak merekrut karyawan baru jika ada yang mengundurkan diri.
Ia juga berusaha memberikan gaji pokok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok karyawan.
“Kita tidak pernah memecat karyawan . Jadi kita cuma melakukan efisiensi saja. Efisiensi dalam artian mungkin jam kerjanya disesuaikan dengan kebutuhan pada saat itu, seperti itu,” tutur Felix.