Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Rumah Tak Lagi Aman untuk Sang Anak...

Kompas.com, 27 Januari 2024, 16:46 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Polrestabes Surabaya di Jawa Timur menetapkan empat orang anggota keluarga sebagai tersangka atas pencabulan pada korban berusia 13 tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan kepolisian perlu memprioritaskan perlindungan korban dalam menangani kasus tersebut.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan korban yang kini berusia 13 tahun mengalami pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung berinisial ME, kakak kandung dan dua pamannya yang berinisial I dan MR.

“Sejak tahun 2020, korban mengatakan mengalami pencabulan dari para pelaku, berawal dari kakak kandung, yang mana saat ia berusia 16 tahun, menyetubuhi korban saat kelas 3 SD,” kata Hendro dalam konferensi pers pada Senin (22/01).

Baca juga: Cerita Siswi SMP di Surabaya Dilecehkan Ayah, Kakak, dan Dua Paman

Kakak kandung korban tidak ditampilkan dalam konferensi pers penetapan tersangka karena masih dibawah umur.

Catatan KPAI menunjukkan sebanyak 3.000 kasus kekerasan terjadi pada anak selama periode 2023. Dari 3.000 kasus tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak paling dominan terjadi.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengatakan bahwa anggota keluarga, seperti ayah kandung ataupun saudara, merupakan pelaku pelanggaran hak anak tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Pelanggaran tersebut tidak hanya terbatas pada kekerasan seksual, namun termasuk di dalamnya.

“Tentu ini menjadi alarm yang sudah berbunyi sangat nyaring, dan kami sudah memberikan langkah-langkah rekomendasi serta koordinasi aktif dengan para pemangku kepentingan,” ujar Ai kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Siswi SMP di Surabaya Dicabuli Ayah, Kakak, dan Paman sejak 2020

"Orang tua seharusnya melindungi anak"

Ketiga pelaku pelecehan seksual ke siswi SMP di Surabaya (dari kiri) usai ditangkap, Senin (22/1/2024) Kompas.com/Andhi Dwi Ketiga pelaku pelecehan seksual ke siswi SMP di Surabaya (dari kiri) usai ditangkap, Senin (22/1/2024)
Bibi korban sekaligus adik dari ayah kandung, berinisial SN, mengaku sama sekali tidak tahu bahwa pencabulan terjadi di rumahnya sendiri. Sebab, semua memiliki kamar sendiri-sendiri, dan korban tinggal di sebuah kamar bersama ayah dan ibunya.

"Biasanya normal, enggak ada kecurigaan. Kalau tahu, bisa saya tegur. Enggak tahu [kejadian], kalau di luar kamar bisa saya pantau," kata SN pada Sabtu (20/1).

Ia mengatakan bahwa ibu dari korban sempat dibawa ke rumah sakit karena mengidap stroke. Korban pindah dari rumah susun ke rumahnya di Kecamatan Tegalsari, Surabaya untuk merawat ibunya yang sakit.

Kemudian, ayah korban yang juga pelaku diminta menemui istri dan anaknya di rumah susun Kecamatan Kenjeran. Saat itu, SN baru mengetahui tentang kasus itu.

"E dipanggil ke rusun, disidang, ditanya, saya juga kaget kok bisa terjadi. Kakak saya juga dipanggil ke rusun, terus dia mengaku dilaporkan ke polisi," ujarnya.

Baca juga: Siswi SMP di Surabaya Diperkosa Ayah, Kakak, dan 2 Pamannya, Ibu Korban Stroke

SN mengaku terkejut saat mendengar apa yang terjadi pada keponakannya di rumahnya sendiri.

"Saya pastinya marah, ingat, kita punya anak perempuan. Orang tua harusnya melindungi dan mengayomi. Hewan pun enggak akan tega. Kalau seperti itu kan lebih rendah dari binatang," katanya.

Nanik Suliani, Ketua RT setempat, mengaku tidak menyangka pula bahwa tetangganya sendiri bisa melakukan tindakan semacam itu terhadap seorang anak, lagipula anaknya sendiri.

Ia baru mengetahui kejadian itu setelah polisi datang dan membawa pergi keempat tersangka dari rumah mereka.

“Enggak ada [aneh-aneh], biasa. Anaknya yang korban biasa, enggak ada apa-apa. Enggak ribut, enggak apa, enggak ada yang tahu,.

“Hubungan sama tetangga juga baik-baik saja. Kakaknya juga ya biasa,” kata Nanik kepada wartawan Andik di Surabaya yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pada Senin (22/01).

Baca juga: Sakit Hati Ajakan Nikah Ditolak, Pria di Surabaya Rampok dan Cabuli Pemilik Toko

Halaman:


Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau