Ia mengatakan warga setempat yang mengenal keluarga itu merasa heran dan benar-benar terkejut.
”Kemarin aja kerja bakti, ada semuanya [keluarga korban]. Ikut masih. Benar-benar enggak ada masalah, tanya orang-orang,” ungkapnya.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono korban yang berusia 13 tahun sudah mengalami perlakuan pelecehan seksual selama empat tahun terakhir oleh empat anggota keluarganya
Namun, kasus itu baru terungkap setelah pihak keluarga eksternalnya melapor kepada polisi pada 5 Januari 2024.
“Sebenarnya [korban] tinggal dalam keluarga, ayah, ibu, kakak dan dengan paman-paman. Namun demikian, anak ini telah mengalami perlakuan pelecehan seksual sejak kelas 3 SD atau 9 tahun,“ kata Hendro kepada awak media.
Ia menjelaskan bahwa insiden terakhir terjadi pada Januari 2024, ketika kakak korban dalam keadaan mabuk ingin menyetubuhi korban. Namun, korban sedang menstuasi sehingga yang bersangkutan melakukan tindakan pelecehan lain.
“Atas hal tersebut, kemudian pihak eksternal keluarga melaporkan peristiwa ini kepada kami pada tanggal 5 Januari, yang mana laporan awalnya adalah pencabulan,“ ungkap Hendro.
Namun, setelah pemeriksaan kesehatan menunjukkan luka atau lecet pada kemaluan korban, kasus berubah menjadi pemerkosaan dan polisi melakukan penangkapan paksa terhadap empat orang tersangka lima hari setelah keluarga melapor.
“Para tersangka kami kenakan kenakan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak,“ katanya.
Saat ini, sambungnya, korban sedang menerima pendampingan dari Dinas Sosial untuk proses pemulihan kondisi psikis korban dan keamanan.
“Ciri budaya kota sering abai terhadap kondisi yang ada, dan lunturnya keakraban dan solidaritas. Keluarga terdekat yang seharusnya menjaga anggota keluarga malah menjadi predator anak,” kata Henny.
Ia mengatakan ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kasus pencabulan anak oleh keluarganya sendiri, di antaranya adalah masalah keluarga, kekerasan di dalam keluarga dan minimnya pengawasan.
“Lingkungan tempat anak itu mungkin memiliki ketidakseimbangan kekuasaan dan kurangnya kesadaran akan hak anak, yang dapat memicu kejadian semacam itu,” jelasnya.
Baca juga: Ibu yang Siksa Anaknya Secara Sadis di Surabaya Dikenal sebagai Paranormal
Oleh karena itu, Henny merasa komunitas dan LSM perlu bekerja sama untuk menyediakan edukasi publik yang dapat membantu mencegah kejadian serupa dengan meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan kepada korban
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengatakan sebetulnya Surabaya sudah memiliki perangkat dan perlindungan anak yang cukup memadai dan dijalankan oleh pemerintah. Meski begitu, ia mengatakan kasus seperti ini terus terulang.
“Keberulangan ini yang harus menjadi PR kita semua. Inses ini sangat beragam, sangat kecil-kecil dan teknis penyebabnya. Kalau misalnya juga, orang tua yang mungkin bekerja di luar rumah dengan waktu lama,” kata Ai kepada BBC News Indonesia.
Ia memperkirakan ketika ibu korban sedang pergi bekerja atau saat ia dirawat di rumah sakit karena stroke, itulah ketika ayah, kakak dan paman-paman korban mengambil kesempatan.