Editor
Ia juga mengambil langkah kebijakan membekukan kepengurusan BEM FISIP “dalam rangka melindungi.”
“Kalau kita biarkan bermain dalam diksi yang kasar, nanti juga ada kelompok yang menggunakan cara yang juga kasar. Saya tidak mau seperti itu,” tuturnya.
Sosiolog sekaligus aktivis 98, Robertus Robet, menilai aksi karangan bunga BEM FISIP Unair merupakan tes awal terhadap watak demokratis pemerintahan baru.
“Ujian terhadap karakter demokratis sebuah pemerintahan adalah responnya terhadap kritik. Makin terbuka dan besar hati terhadap kritik, makin baik kadar demokratis suatu pemerintahan,” katanya.
Alih-alih mengecam reaksi “terburu-buru” dekan FISIP Unair membekukan pengurus BEM, Robet memberi apresiasi kepada Mendiktisaintek, Satryo Brodjonegoro yang meminta langkah dekanat dihentikan.
Baca juga: Dekan Cabut Pembekuan BEM FISIP Unair
“Menteri lulus tes, dekan mesti ujian ulang,” katanya.
Aksi kritik di era Pemerintahan Prabowo-Gibran yang mengundang perhatian warganet bukan sekali itu saja.
Pada hari peralihan kekuasan, terjadi aksi polisi dan sejumlah pria berbaju sipil menghalangi kelompok sipil yang berniat menggelar aksi protes mengkritisi pemerintahan Jokowi dan rezim baru dari Prabowo-Gibran.
Saat itu, poster kritik yang dibawa kelompok masyarakat sipil direbut paksa.
Analis sosial-politik dari Univeritas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai kritik karangan bungan BEM FISIP Unair merupakan reaksi atas proses Pilpres 2024 yang kontroversial, di antaranya Gibran Rakabuming Raka mendapat tiket dengan perubahan aturan di Mahkamah Konstitusi.
"Pada titik itu, mahasiswa wajar melampiaskan semacam kemarahan," ujar Ubedilah.
"Itu pun juga ada ucapan selamat, tidak marah-marah. Masih mending kalau mahasiswa marah-marah, kekerasan misalnya dengan bakar-bakar,“ ujar pria yang juga aktivis 98 ini kemudian.
Jauh sebelum itu, aksi protes mahasiswa sejak 2019 yang dimulai dari revisi UU KPK, UU Omnimbus Law Cipta Kerja dan aksi-aksi lainnya yang tidak digubris.
Aturan yang kontroversial itu tetap jalan terus. Ia menyebut "terlalu banyak mahasiswa disakiti oleh elite kekuasaan.“
Baca juga: BEM FISIP Unair Dibekukan Usai Kritik Satire Prabowo-Gibran, Dekan Buka Suara
Ia juga menyayangkan sikap dekanat yang membekukan pengurusan BEM FISIP—meskipun sudah dicabut—"karena sangat tidak demokratis“. Hal yang dibantah oleh pihak dekanat FISIP Unair.
"Ketika ada orang atau mahasiswa melakukan kritik atau satire yang cukup tajam, ya mestinya dibalas dengan cara-cara yang satire juga. Karangan bunga dibalas dengan karangan bunga kan bisa saja,“ jelas Ubedilah.
Ia menambahkan, aksi karangan bunga yang memicu polemik ini karena persoalan "miskin dialog“ di dalam kampus.
"Kalau budaya dialog ini rendah, makin buruklah demokrasi kita,“ katanya.
Dia pun mengingatkan agar Presiden Prabowo mulai membangun budaya dialog, tak lagi menggunakan tafsir tunggal kekuasaan tanpa mendengar apa yang sesungguhnya diingkan oleh mahasiswa dan cendekiawan.
"Saya kira kuncinya di situ."
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang