SURABAYA, KOMPAS.com - Pihak dekanat akhirnya mencabut pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan Presiden BEM FISIP Unair, Tuffahati Ullayyah Bachtiar, untuk membahas perihal pembekuan tersebut.
“Kami sudah bertemu sudah berbicara dari hati ke hati. Intinya detik ini juga dekanat mencabut SK (surat keputusan) pembekuan kepengurusan BEM FISIP Unair,” kata Bagong di Unair, Senin (28/10/2024).
Baca juga: BEM FISIP Unair Dibekukan Usai Kritik Satire Prabowo-Gibran, Dekan Buka Suara
Dalam pertemuan itu, kata Bagong, para pengurus BEM FISIP Unair sepakat tidak menggunakan kata kasar ketika menyampaikan kritikan kepada pemerintah kedepannya.
“Kami sudah sepakat dengan Mbak Tuffa dan teman-teman secara concern kami, kami tidak ingin kita ini mengembangkan kultur yang terbiasa menggunakan diksi yang kasar dalam kehidupan politik," jelasnya.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Jatim: Cabut Pembekuan BEM Unair, Hargai Suara Mahasiswa
Lebih lanjut, kampus memahami substansi kritikan yang disampaikan melalui karangan bunga bergambar Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tersebut.
“Itu menjadi hak BEM FISIP untuk menyuarakan apa yang jadi aspirasi mereka. Tapi saya sebagai dekan dan pihak dekanat memastikan kepada BEM untuk tidak lupa marwah akademiknya,” ucapnya.
Selanjutnya, Bagong berjanji mahasiswa FISIP Unair tetap bisa menyampaikan kritik perihal sosial politik. Namun, hal tersebut dilakukan dengan tanggung jawab dan memperhatikan etika akademik.
“Kami memberi kebebasan pada mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi sosial politiknya. Apa yang disampaikan tentu harus berdasar, menjadi sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Bagong mengatakan, keputusan pembekuan diambil sebagai evaluasi BEM FISIP. Sebab, dalam karangan itu terdapat diksi yang dinilai tidak sesuai etika akademik.
“Kami konsen mahasiswa menyampaikan aspirasi tetap dalam koridor yang sesuai, terutama penggunaan diksi yang tidak boleh keluar dari kultur akademik," kata Bagong.
Bagong menyebut, pihak dekanat keberatan dengan penggunaan diksi yang tertulis di karangan bunga karena hal tersebut mengaburkan substansi yang disampaikan.
“Kami dekanat menilai, (BEM FISIP) tidak beretika, menggunakan kata bajingan, menurut saya tidak sopan. Dan Itu mengaburkan substansi," jelasnya.
"Silakan mengkritik, tak masalah, substansi yang disampaikan semua orang sudah tahu dan kami tak melarang. Tapi menggunakan diksi (bajingan) itu saya keberatan," tambahnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang