Salin Artikel

Polemik Karangan Bunga BEM FISIP Unair

Keputusan menghentikan pembekuan BEM FISIP ini terjadi di tengah seruan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Satryo Brodjonegoro, agar kampus menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berekspresi yang menjadi bagian kebebasan akademik.

Seorang aktivis 1998 mengatakan, polemik karangan bunga BEM FISIP Unair merupakan ujian awal bagi pemerintahan baru dalam memandang demokrasi, yang ia sebut, “menteri lulus tes, dekan mesti ujian ulang“.

Meskipun BEM FISIP sudah beraktivitas seperti biasa, namun peristiwa ini memicu diskusi luas tentang hal yang melatarbelakangi kritik keras dari mahasiswa.

Kepada BBC News Indonesia, Dekan FISIP Unair, Profesor Bagong Suyanto, mengatakan surat pembekuan BEM FISIP sudah dicabut per Senin (28/10).

Dia pun meralat bahwa surat dekanat FISIP Unair yang sempat beredar di media sosial tidak benar-benar untuk membekukan BEM FISIP.

“Saya kan membekukan kepengurusan tiga orang itu (ketua, wakil ketua dan menteri politik)… Menurut saya, kekeliruannya juga bersumber dari surat keputusan yang saya buat karena saya tidak menyebut nama, tidak menyebut apa,” kata Bagong Suyanto.

Bagong menambahkan, pembekuan tiga orang pengurus utama itu bertujuan agar tidak mengulang “penyampaian aspirasi yang menggunakan diksi-diksi yang kasar lagi”.

Kini, kepengurusan BEM FISIP Unair sudah beraktivitas seperti biasa.

Dalam pertimbangannya, Bagong Suyanto mengatakan, "Karena mahasiswa juga berjanji tidak akan menggunakan diksi yang kasar. Saya ini kan posisinya bukan hanya dekan, tapi juga orang tuanya mahasiswa.“

Surat yang ditandatangani oleh Bagong Suyanto ini membetot perhatian warganet selama akhir pekan kemarin dan membuahkan pro dan kontra.

Sebagian dari mereka menyangka ini langkah otoriter kampus memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi, sebagian lainnya mengatakan ucapan itu tidak etis.

Karangan bunga ini berbentuk spanduk bingkai kayu yang memuat wajah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan latar hitam bercorak merah disertai dengan beberapa tengkorak dan seekor laba-laba.

Dua hari sebelumnya Prabowo dan Gibran mengucapkan sumpah dan janji sebagai orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia, Minggu (20/10).

Karangan bunga itu bertuliskan:

“Selamat atas dilantiknya jenderal bengis pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi”.

“Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar), Gibran Rakabuming Raka, B. SC (Admin Fufufafa).

"Dari: Mulyono (Bajingan penghancur demokrasi).”

Karangan bunga ini sempat ditarik karena hujan.

“Saya rasa enggak ada salahnya waktu itu karena deskripsi yang paling mendekati dengan peristiwa sebelum pemilu sampai akhirnya setelah pemilu itu kan kata-kata itu yang akhirnya kita cantumkan dalam karangan bunga," kata Presiden BEM FISIP Unair, Tuffahati Ullayyah, yang mengaku tidak ikut memasang tapi mengetahui aksi tersebut.

"Jadi kita mencoba untuk mendeskripsikan fenomena melalui kata-kata itu,” ujarnya kemudian.

Ia juga menyebut aksi karangan bunga ini sebagai “puncak akumulasi kekecewaan teman-teman BEM terhadap rentetan fenomena pemilu kemarin, yang memang sangat ironis.”

Dua hari kemudian, tepatnya Kamis (24/10) malam, perempuan yang akrab disapa Tuffa itu, menerima surat panggilan dari ketua Komite Etik Fakultas.

Jumat (25/10) pagi, Tuffa bersama wakilnya, menteri politik dan kajian strategis memenuhi panggilan tersebut.

Sore harinya, BEM FISIP mendapat surel pembekuan organisasi melalui surat No. 11048/TB/UN3.FISIP/KM.04/2024 yang ditandatangani Profesor Bagong Suyanto.

“Tentu saja saya kaget. Karena saya tahunya itu justru dari teman saya yang bukan BEM. Disuruh cek emailnya BEM lah saya waktu itu,” tambah Tuffa.

Pertemuan selanjutnya antara pihak BEM FISIP dan dekanat terjadi Senin (28/10) pagi.

Saat itu, Dekan Bagong Suyanto mencabut surat tersebut sekaligus meralat apa yang ia sebut menimbulkan “kesalahan persepsi” di tengah masyarakat.

Tuffa mengatakan tidak ada syarat apa pun dalam pertemuan dan pencabutan surat itu.

“Cuma ya itu tadi Prof Bagong menitipkan pesan untuk lebih [hati-hati] dalam penggunaan kata-kata ketika mengkritik,” katanya.

"Kami menganggap itu catatan aja dari Prof Bagong."

Dengan dicabutnya surat tersebut, kata Tuffa, dirinya dan dua pengurus lain kembali menjadi "fungsionaris seperti biasanya".

"Jadi BEM FISIP sekarang tetap di bawah kepemimpinan saya,” cetusnya

“Saya tadi malam sudah memberi tahu Rektor Unair supaya batalkan pembekuan BEM FISIP Unair dan dia menyatakan siap,” kata Satryo, Senin (28/10).

Ia juga mengatakan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai bagian dari kebebasan akademik perlu dijunjung tinggi oleh perguruan tinggi.

”Saya minta kepada mereka, bapak-ibu rektor, tolong jaga dengan baik karena kebebasan itu harus dibarengi dengan akuntabilitas dan tanggung jawab kepada publik,” tambah Satryo, yang menegaskan tetap menghormati otonomi perguruan tinggi.

Menanggapi respons Mendiktisaintek Satryo Brodjonegoro soal polemik yang melibatkan kampusnya, Dekan FISIP Unair Profesor Bagong Suyanto menegaskan bahwa dirinya "tidak akan mengizinkan mahasiswa saya menggunakan diksi yang kasar".

“Kalau Pak Menteri merasa itu kebebasan akademik, tidak masalah."

"Kalau mahasiswa sekali lagi menggunakan diksi kasar tidak mengatasnamakan FISIP, silakan. Tapi kalau menggunakan atas nama FISIP, saya tidak setuju," tegas Bagong.

Ia juga mengambil langkah kebijakan membekukan kepengurusan BEM FISIP “dalam rangka melindungi.”

“Kalau kita biarkan bermain dalam diksi yang kasar, nanti juga ada kelompok yang menggunakan cara yang juga kasar. Saya tidak mau seperti itu,” tuturnya.

Lolos tes awal

Sosiolog sekaligus aktivis 98, Robertus Robet, menilai aksi karangan bunga BEM FISIP Unair merupakan tes awal terhadap watak demokratis pemerintahan baru.

“Ujian terhadap karakter demokratis sebuah pemerintahan adalah responnya terhadap kritik. Makin terbuka dan besar hati terhadap kritik, makin baik kadar demokratis suatu pemerintahan,” katanya.

Alih-alih mengecam reaksi “terburu-buru” dekan FISIP Unair membekukan pengurus BEM, Robet memberi apresiasi kepada Mendiktisaintek, Satryo Brodjonegoro yang meminta langkah dekanat dihentikan.

“Menteri lulus tes, dekan mesti ujian ulang,” katanya.

Aksi kritik di era Pemerintahan Prabowo-Gibran yang mengundang perhatian warganet bukan sekali itu saja.

Pada hari peralihan kekuasan, terjadi aksi polisi dan sejumlah pria berbaju sipil menghalangi kelompok sipil yang berniat menggelar aksi protes mengkritisi pemerintahan Jokowi dan rezim baru dari Prabowo-Gibran.

Saat itu, poster kritik yang dibawa kelompok masyarakat sipil direbut paksa.

"Pada titik itu, mahasiswa wajar melampiaskan semacam kemarahan," ujar Ubedilah.

"Itu pun juga ada ucapan selamat, tidak marah-marah. Masih mending kalau mahasiswa marah-marah, kekerasan misalnya dengan bakar-bakar,“ ujar pria yang juga aktivis 98 ini kemudian.

Jauh sebelum itu, aksi protes mahasiswa sejak 2019 yang dimulai dari revisi UU KPK, UU Omnimbus Law Cipta Kerja dan aksi-aksi lainnya yang tidak digubris.

Aturan yang kontroversial itu tetap jalan terus. Ia menyebut "terlalu banyak mahasiswa disakiti oleh elite kekuasaan.“

Ia juga menyayangkan sikap dekanat yang membekukan pengurusan BEM FISIP—meskipun sudah dicabut—"karena sangat tidak demokratis“. Hal yang dibantah oleh pihak dekanat FISIP Unair.

"Ketika ada orang atau mahasiswa melakukan kritik atau satire yang cukup tajam, ya mestinya dibalas dengan cara-cara yang satire juga. Karangan bunga dibalas dengan karangan bunga kan bisa saja,“ jelas Ubedilah.

Ia menambahkan, aksi karangan bunga yang memicu polemik ini karena persoalan "miskin dialog“ di dalam kampus.

"Kalau budaya dialog ini rendah, makin buruklah demokrasi kita,“ katanya.

Dia pun mengingatkan agar Presiden Prabowo mulai membangun budaya dialog, tak lagi menggunakan tafsir tunggal kekuasaan tanpa mendengar apa yang sesungguhnya diingkan oleh mahasiswa dan cendekiawan.

"Saya kira kuncinya di situ."

https://surabaya.kompas.com/read/2024/10/30/062600778/polemik-karangan-bunga-bem-fisip-unair

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com