Keputusan itu diambil bukan karena Suwaji tak minat menjadi caleg. Ia sebenarnya sangat ingin menjadi wakil rekan-rekannya di parlemen. Tapi persoalan dana menjadi pengganjal.
“Masalahnya dana dan jaringan kurang,” ucap pria yang juga tercatat sebagai Ketua Komunitas Sejahtera, komunitas disabilitas di Desa Sumengko, itu.
Suwaji menyadari keberadaan penyandang disabilitas di parlemen sangatlah penting. Sebab, berbagai aturan perundang-undangan dilahirkan di dewan.
Jika ada yang mewakili, maka ia yakin aspirasi dari para penyandang disabilitas makin mudah terakomodasi.
Baca juga: Insiden Surat Suara Pemilu 2024 Sudah Tercoblos di Taipei Dianggap Bisa Merusak Kepercayaan Publik
Namun, tiadanya wakil disabilitas di parlemen membuat semuanya jauh panggang dari api. Produk Perda di Kabupaten Nganjuk yang mengatur perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas saja hingga kini belum dimiliki.
“Kalau enggak ada wakilnya (di DPRD) seperti sekarang ya kita enggak bisa mengakses kepentingan-kepentingan teman-teman,” papar Suwaji.
Baca juga: Dinkes DKI Bakal Sediakan Vitamin dan Suplemen untuk KPPS Pemilu 2024
Berpengaruh pada kebijakan dan pembangunan
Belum adanya keterwakilan penyandang disabilitas di parlemen daerah ditengarai menjadi salah satu penyebab belum ramahnya kebijakan dan pembangunan bagi kaum difabel di Kota Bayu, nama lain Kabupaten Nganjuk.
Hal itu seperti terlihat dari banyaknya fasilitas publik dan kantor pemerintahan di Kota Bayu yang belum ramah terhadap kaum difabel. Kantor DPRD Kabupaten Nganjuk misalnya.
Pengamatan Kompas.com, dari dua gedung yang ada hanya ada satu ram atau akses untuk pengguna kursi roda. Itupun akses yang ada kemiringannya tak ideal.
Lalu di Kantor Bupati, Kantor Sekda, dan Pendopo KRT Sosrokoesoemo Pemkab Nganjuk juga belum dilengkapi dengan ram.