Namun di tengah keterbatasan yang dimiliki, bapak dua anak ini tak patah arang. Ia terus berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluarga kecilnya itu.
Sehari-hari, Sujono berprofesi sebagai tukang servis televisi panggilan. Profesi ini telah digelutinya sejak tahun 1999 silam.
Keahlian mereparasi televisi ini ia dapatkan sewaktu menimba ilmu di SMK Taruna Bakti Kertosono. Lalu keahlian ini semakin terasah berkat pelatihan yang diikutinya di BLK Surabaya.
Baca juga: KPU DKI Dorong Revitalisasi GOR Kemayoran Rampung Sebelum Pencoblosan Pemilu 2024
Di tengah-tengah kesibukannya melayani customer, Sujono selalu menyempatkan diri mengikuti kegiatan internal di PKS. Hingga akhirnya, pada Pemilu 2024 ini, ia diminta untuk maju menjadi caleg oleh partai.
“Saya nyaleg ya supaya diri saya ini bisa lebih bermanfaat, agar bermanfaat,” ujar pria yang juga menjabat Ketua DPC PKS Kecamatan Baron itu.
Baca juga: Dinkes DKI Bakal Sediakan Vitamin dan Suplemen untuk KPPS Pemilu 2024
Menurut Sujono, tidak ada kendala berarti dalam proses pencalegan dirinya. Ia pun tak memikirkan persoalan modal dan jaringan, meski dirinya bukan berasal dari keluarga mapan.
“Kendalanya itu lebih ke mental sebenarnya,” sebutnya.
Pentingnya keterwakilan disabilitas
Jika persoalan modal dan jaringan tak menjadi kendala bagi Sujono, maka lain hal bagi Suwaji (45), penyandang disabilitas asal Desa Sumengko, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
Suwaji merupakan penyandang disabilitas daksa. Sehari-hari ia beraktivitas menggunakan bantuan kruk, karena kaki kirinya didiagnosa mengalami polio sejak ia berusia setahun.
Menurut Suwaji, persoalan biaya kampanye yang besar dan lemahnya jaringan membuat banyak penyandang disabilitas tak minat menjadi caleg. Kondisi ini seperti yang dialami oleh dirinya.
Ia bercerita, sebelum ini dirinya sempat ditawari oleh PKS untuk maju menjadi caleg DPRD Kabupaten Nganjuk, tapi pinangan itu ditolaknya.