"Kami sebenarnya bukan suporter fanatik Arema FC. Suami saya hanya beberapa kali nonton pertandingan Arema FC di Stadion Kanjuruhan, dan saya baru pertama nonton saat itu," jelasnya.
Baca juga: 1 Tahun Tragedi Kanjuruhan dan Memori Berpisahnya 2 Sahabat
Mereka berangkat bersama dengan saudara-saudara dengan menaiki motor, menempuh perjalanan 29 kilometer dari rumahnya saat itu, Jalan Sumpil, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
"Kami berangkat bersama saudara-saudara sekitar 10 orang, mengendari sepeda motor masing-masing," tuturnya.
Sesampainya di Stadion Kanjuruhan, Elmiati duduk di tribun 13, berdampingan dengan anak dan sang suami.
"Tidak ada luapan emosi maupun perasaan senang, atas kemenangan maupun kekalahan Arema FC. Sebab kami memang bukan suporter fanatik. Seperti yang saya katakan, kami nonton hanya untuk menghibur anak kami," ujarnya.
Suasana bahagia tiba-tiba berubah menjadi kepanikan. Kericuhan pecah di tengah pertandingan. Saat itu mulanya Elmiati, anak, dan suaminya tetap memilih duduk di tribune.
"Suporter yang ada di tribun tempat kami duduk, juga ribut dengan teriakan emosi akibat kekalahan Arema FC. Namun, kami tetap duduk. Suami saya berusaha menenangkan dan bersiap untuk melindungi kami apabila keributan terjadi," papar Elmiati.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Pelatih Persib: Sepak Bola untuk Bersama
Tak diduga, gas air mata melesat ke tribune 13, tempat Elmiati dan keluarganya duduk.
"Saat itulah, para suporter berhamburan. Kami pun bergegas menuju pintu keluar," katanya.
Sang suami, kata dia, menggendong putranya. Namun, di tangga pintu keluar tribune 13, menurut Elmiati, para suporter bertumpuk dan berdesak-desakan. Mereka saling berebut untuk keluar.
"Kami agak sulit bernapas, karena selain asap gas air mata juga karena terlalu berdesak-desakan," katanya.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Arema FC Kenakan Pita Hitam dan Mengheningkan Cipta
Di tengah situasi antara hidup dan mati itulah, Elmiati terpisah dengan anak dan suaminya.
"Saya tidak tahu. Tiba-tiba kami terpisah. Saya hanya meyakini suami dan anak saya sudah di depan pintu keluar. Karena mulai dari tribune, suami saya lari di depan saya," tuturnya.
Saat itu, Elmiati mengaku berada di pojok lorong sebelum pintu keluar, tidak bisa bergerak akibat berjubelnya manusia.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Arema FC Kenakan Pita Hitam dan Mengheningkan Cipta
Di pojok lorong itu, Elmiati mengaku sempat melihat petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward) berjarak sekitar 1-2 meter di depannya.
Yang ada di pikiran Elmiati saat itu adalah meminta tolong agar suami dan anaknya diselamatkan. Berulang-ulang dia menjerit sampai suaranya parau.