Satu tahun berlalu sejak tragedi yang merenggut 135 nyawa terjadi di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022. Namun ingatan orang terdekat tentang para korban selalu lekat. Tim Kompas.com melaporkan cerita perjuangan mereka berdamai dengan waktu.
JEMBER, KOMPAS.com – Satu tahun, tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur telah berlalu.
Namun Abdul Muqit (23), warga Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung Kabupaten Jember, Jawa Timur tidak pernah bisa melupakan kejadian yang menewaskan sahabatnya, Faiqotul Hikmah.
Rasa kehilangan masih sering menghantuinya. Bagaimana tidak, sudah 11 tahun keduanya berteman hingga persahabatan terasa seperti persaudaraan. Muqit pula yang mengantarkan sendiri jasad sang sahabat dengan ambulans.
“Saya berteman dengan almarhumah sejak SMP, sudah 11 tahun,” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: Gate 13 Jadi Memorial Tragedi Kanjuruhan
Muqit sebetulnya sudah mengikhlaskan kepergian kawannya itu. Tapi dia merasa keadilan belum sepenuhnya hadir.
“Saya ikhlas dengan kepergian korban, tapi kalau keadilan belum,” tutur dia.
Muqit bercerita, 1 Oktober 2022 pagi, adalah hari yang membuat mereka bersemangat. Muqit tak menyangka di hari itu pula tragedi akan memisahkan dia dan sahabatnya.
Keduanya berangkat dengan penuh sukacita untuk menyaksikan pertandingan Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan di Kepanjen, Kabupaten Malang.
Muqit dan Faiqotul menaiki sepeda motor dari Jember menuju ke Malang, Jawa Timur, menempuh ratusan kilometer menuju tempat pertandingan.
“Saya berangkat jam 06.00 WIB, sampai di Malang pukul 16.00 WIB,” katanya.
Baca juga: Renovasi Stadion Kanjuruhan Dimulai, PT Waskita Karya Beberkan Titik yang Akan Diubah
Di tengah perjalanan, Muqit dan Faiqotul berhenti di rumah temannya di Kabupaten Lumajang.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan melewati Jalur Lintas Selatan (JLS). Muqit masih ingat betul saat itu hujan mengguyur sehingga mereka terpaksa harus berhenti sebelum sampai ke stadion.
“Tiba di Piket Nol kena macet, di sana hujan sangat deras sama petir, akhirnya kita berhenti berteduh,” terang dia.
Setelah hujan reda, keduanya berangkat melanjutkan perjalanan. Namun, Faiq mengaku sakit pinggang karena kelelahan di perjalanan. Akhirnya, mereka berhenti ketika tiba di daerah Dampit.