Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petugas Pantarlih di Lumajang, Coklit Data Pemilih Sambil Jualan Cilok

Kompas.com - 22/02/2023, 06:13 WIB
Miftahul Huda,
Andi Hartik

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Menyelam sambil minum air. Begitulah kira-kira peribahasa yang cocok untuk menggambarkan aktivitas Muhammad Kamajaya (33).

Pria yang akrab disapa Yayak ini merupakan seorang petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) dari Desa Kalidilem, Kecamatan Randuagung, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, untuk pelaksanaan Pemilu 2024.

Sambil melakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih di desanya, Yayak juga berjualan cilok keliling.

Baca juga: Minta Warga Tak Tolak Petugas Pantarlih, Bupati Sumenep: Jangan Takut Coklit, Itu Tahapan Pemilu

Berjualan cilok keliling merupakan pekerjaan sehari-hari ayah dua anak ini.

Biasanya, Yayak menjajakkan jualannya di depan sekolah-sekolah saat pagi hari. Siang sampai sore harinya, Yayak baru berjualan cilok keliling desa.

"Kalau pekerjaan utama jualan cilok, sampingannya ya memijat, jadi sopir juga," kata Yayak di Lumajang, Selasa (21/2/2023).

Baca juga: Khawatir Datanya Dicuri, Warga di Sumenep Tak Mau Berikan KTP hingga Tolak Petugas Pantarlih

Atribut lengkap sebagai petugas pantarlih seperti topi, rompi, dan id card dikenakannya setiap hari berkeliling desa saat berjualan cilok sambil melakukan proses coklit.

Tidak lupa, terompet jualan dan suara khasnya dalam memanggil pelanggan dengan kata "wayae - wayae" didengungkannya sepanjang jalan.

Rumah demi rumah didatanginya untuk melakukan proses coklit sambil membawa rombong cilok di atas sepeda motor bebek warna hitam miliknya.

Yayak bertugas melakukan pemutakhiran data untuk 269 pemilih yang terbagi dalam tiga RT yakni RT 24, 25, dan 26 di Dusun Krajan, Desa Kalidilem.

Dalam satu hari, Yayak yang melakukan proses pemutakhiran data pemilih sambil jualan cilok, bisa mendapatkan antara 10 - 15 data keluarga di desanya.

"Sekarang sudah dapat 100 orang, kalau sehari biasanya antara 10 - 15 KK. Jumlah orang dalam KK kan macam-macam," terangnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com