Salin Artikel

Cerita Petugas Pantarlih di Lumajang, Coklit Data Pemilih Sambil Jualan Cilok

LUMAJANG, KOMPAS.com - Menyelam sambil minum air. Begitulah kira-kira peribahasa yang cocok untuk menggambarkan aktivitas Muhammad Kamajaya (33).

Pria yang akrab disapa Yayak ini merupakan seorang petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) dari Desa Kalidilem, Kecamatan Randuagung, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, untuk pelaksanaan Pemilu 2024.

Sambil melakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih di desanya, Yayak juga berjualan cilok keliling.

Berjualan cilok keliling merupakan pekerjaan sehari-hari ayah dua anak ini.

Biasanya, Yayak menjajakkan jualannya di depan sekolah-sekolah saat pagi hari. Siang sampai sore harinya, Yayak baru berjualan cilok keliling desa.

"Kalau pekerjaan utama jualan cilok, sampingannya ya memijat, jadi sopir juga," kata Yayak di Lumajang, Selasa (21/2/2023).

Atribut lengkap sebagai petugas pantarlih seperti topi, rompi, dan id card dikenakannya setiap hari berkeliling desa saat berjualan cilok sambil melakukan proses coklit.

Tidak lupa, terompet jualan dan suara khasnya dalam memanggil pelanggan dengan kata "wayae - wayae" didengungkannya sepanjang jalan.

Rumah demi rumah didatanginya untuk melakukan proses coklit sambil membawa rombong cilok di atas sepeda motor bebek warna hitam miliknya.

Yayak bertugas melakukan pemutakhiran data untuk 269 pemilih yang terbagi dalam tiga RT yakni RT 24, 25, dan 26 di Dusun Krajan, Desa Kalidilem.

Dalam satu hari, Yayak yang melakukan proses pemutakhiran data pemilih sambil jualan cilok, bisa mendapatkan antara 10 - 15 data keluarga di desanya.

"Sekarang sudah dapat 100 orang, kalau sehari biasanya antara 10 - 15 KK. Jumlah orang dalam KK kan macam-macam," terangnya.

Tak disangka, metode ini membuat warga lebih senang dengan kehadirannya.

Bahkan, dagangan cilok miliknya pun laris manis diserbu warga yang telah selesai di-coklit oleh Yayak.

"Mereka (warga) malah senang, jadi kita coklit-nya ini juga enak kan," ujarnya.

Cilok lebih cepat habis

Menurut Yayak, menjadi petugas pantarlih tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai penjual cilok.

Bahkan, selama menjadi petugas pantarlih, dagangannya lebih cepat habis dibandingkan hari-hari biasanya. Sehingga, lebih cepat pula ia pulang dan berkumpul bersama keluarga.

"Secara penghasilan tetap sama, kalau habis itu kan dapat Rp 150.000. Tapi pas jadi pantarlih ini bedanya dagangan cepat habis, jadi pulangnya lebih awal," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Kalidilem, Khusnul Wahyuni mengatakan, yang dilakukan Yayak berjualan cilok sambil coklit data pemilih ke rumah-rumah warga merupakan kreativitas yang perlu ditiru.

Ia juga menyatakan, Yayak merupakan gambaran bersahabatan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan semua aktivitas utama warga.

"Ini kreatif, juga semangatnya ini patut dicontoh. Berjualan cilok sambil coklit ke rumah-rumah untuk menyukseskan pergelaran Pemilu 2024. Top pokoknya," ujar Yuni.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/02/22/061317678/cerita-petugas-pantarlih-di-lumajang-coklit-data-pemilih-sambil-jualan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke