SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah geliat hiburan rakyat yang kian marak, terutama menjelang perayaan Hari Kemerdekaan, suara musik dari sound horeg kerap memecah kesunyian hingga larut malam.
Di satu sisi, masyarakat merindukan hiburan. Namun di sisi lain, kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, atau mereka yang sedang sakit, kerap menjadi korban dari kebisingan yang tidak terkontrol.
Inilah yang juga menjadi perhatian serius Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak berniat menutup total ruang hiburan rakyat ini.
Baca juga: Disebut sebagai Penemu Sound Horeg, Memed Brewog: Bukan Saya
Sebaliknya, langkah yang diambil justru untuk melindungi masyarakat, dengan menempatkan keselamatan fisik dan ketenangan batin mereka sebagai prioritas utama.
"Artinya, masyarakat butuh hiburan tetapi semua harus sesuai dengan aturan dan kewajaran. Jadi penertiban seperti ini kami berterima kasih kepada polisi, bukan menutup total, tapi mengatur," ujarnya kepada jurnalis, termasuk Kompas.com, Rabu (30/7/2025).
Ia mengungkapkan bahwa ada empat aspek penting yang menjadi perhatian. Batasan volume (desibel), dimensi kendaraan yang membawa sound system, pengaturan kegiatan yang menyertainya seperti tarian, serta rute dan jam penggunaan.
Baca juga: Pemkab Kediri Akhirnya Buat Aturan Pawai Sound Horeg, Berikut Isinya
Untuk itu, ia juga menyoroti bagaimana aparat mulai menertibkan penggunaan sound system yang kerap berlangsung melewati jam yang diperkenankan.
“Nah inilah yang kemudian mengukur batasan volume itu, ini bagaimana caranya bukan hanya aturan di atas kertas dan edaran yang diterbitkan tanpa dilaksanakan. Strategi ini yang muncul bukan aturannya, tapi strategi penerapannya,” kata Emil Dardak.
Seperti diketahui, kesehatan mental dan fisik masyarakat menjadi alasan utama dari penyusunan panduan teknis ini.
Emil tidak ingin mendebat keputusan satu-dua kepala desa secara spesifik, tetapi ia menolak pandangan bahwa warga lansia atau sakit harus mengungsi saat ada acara sound horeg.
Menurutnya, justru kegiatan yang berisiko mengganggu harus diatur agar tidak berdampak buruk.
“Inti dari pengaturan ini adalah perlindungan masyarakat. Bila kegiatan berpotensi mengganggu, maka warga yang rentan seperti lansia dan orang sakit harus menjadi prioritas perlindungan,” imbuhnya.