“Jadi sebenarnya bobot materinya sudah kuat, apalagi hak angket memang merupakan salah satu hak yang melekat pada dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan,” tuturnya.
Suwito mengatakan, Rahmat Santoso yang mengajukan pengunduran diri pada Agustus lalu saling membantah dengan Rini Syarifah terkait polemik sewa rumah tersebut.
Saling bantah yang dimaksud Suwito adalah pernyataan Rahmat yang mengaku tidak ada kesepakatan untuk bertukar rumah dinas dengan Rini.
Baca juga: Bupati Blitar Sewakan Rumah Pribadi sebagai Rumdin Wabup, 2 Fraksi DPRD Usulkan Hak Angket
Rahmat menempati Pendopo Ronggo Hadi Negoro yang merupakan rumah dinas bupati dan Rini tetap tinggal di rumah pribadinya meskipun berstatus sebagai rumah yang disewa sebagai rumah dinas wakil bupati tidak melalui kesepakatan.
Sementara Rini mengaku telah ada kesepakatan antara dirinya untuk saling bertukar rumah dinas dengan Rahmat.
“Nah, hanya melalui penggunaan hak angket ini dewan bisa memanggil bupati maupun wakil bupati untuk mengklarifikasi masalah ini,” ujarnya.
Baca juga: Tegangnya Duel Maut 30 Menit Antara Kakak-Adik Lansia di Blitar, 1 Orang Tewas
Meski demikian, kata Suwito, unsur pimpinan DPRD yang lain menghendaki agar usulan penggunaan hak angket ini dipelajari lebih dulu sebelum diproses lebih lanjut untuk dibahas di Badan Musyawarah.
Suwito juga mengingatkan bahwa penggunaan hak angket oleh DPRD harus disetujui pada sidang paripurna yang dihadiri oleh minimal 75 persen dari seluruh anggota DPRD Kabupaten Blitar.
Seperti diketahui, polemik pembelanjaan anggaran sewa rumah dinas wakil bupati Blitar pertama kali mendapatkan tanggapan DPRD Kabupaten Blitar melalui Komisi I yang menggelar rapat dengar pendapat dengan Bagian Umum Setda Kabupaten Blitar dan BPKAD pada Jumat (13/10/2023).
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Blitar Sulistiono mengatakan bahwa selama 20 bulan mulai pertengahan 2021 hingga akhir 2022 Bagian Umum menganggarkan sewa rumah dinas untuk wakil bupati dengan total sebesar Rp 490 juta.
“Namun yang lebih mengagetkan, rumah yang disewa itu adalah rumah atas nama Zaenal Arifin dengan pemilik bernama Rini Syarifah. Sementara, selama periode itu, Pak Wabup tinggal di Pendopo Ronggo Hadi Negoro yang merupakan rumah dinas bupati,” ujarnya kepada Kompas.com, Senin (16/10/2023).
Sulistiono menambahkan bahwa Komisi I DPRD Kabupaten Blitar setidaknya menilai adanya praktik yang melanggar norma kepatutan ketika seorang kepala daerah menyewakan rumah pribadi yang dibiayai APBD.
Usai memberikan jawaban pada sidang paripurna pandangan umum fraksi DPRD Kabupaten Blitar pada Rabu (18/10/2023), Rini mengaku memerintahkan Inspektorat Daerah untuk melakukan audit terhadap belanja anggaran untuk sewa rumah dinas wakil bupati selama 20 bulan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.