LUMAJANG, KOMPAS.com - Tak ada yang menyangka, Sutomo atau Mbah So (60), sang pengayuh becak adalah salah satu sosok di balik lestarinya Tari Topeng Kaliwungu.
Tarian itu adalah kesenian tradisional asli Kabupaten Lumajang, Jawa Tengah yang hingga kini masih dipentaskan.
Baca juga: Cerita Seniman Reog Ponorogo Berusia 60 Tahun: Berkesenian Tak Perlu Pamrih
Selain beraktivitas sebagai tukang becak di Kecamatan Pasirian, Mbah So bisa dibilang merupakan sosok di balik melejitnya eksistensi Tari Topeng Kaliwungu sampai ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) milik Kabupaten Lumajang oleh Kementerian Pendididikan pada 2021.
Mbah So memang bukan pencipta Tari Topeng Kaliwungu. Penggagasnya adalah Mbah Sanemo, pria asli Madura yang hijrah ke Lumajang, tepatnya di Desa Kaliwungu, Kecamatan Tempeh.
Mbah Sanemo mengakulturasikan kebudayaan Madura dengan Matraman sampai lahir Tari Topeng Kaliwungu.
Baca juga: Menyaksikan Tari Topeng Kaliwungu di Pantai Watu Pecak Lumajang
Mbah Sanemo memiliki puluhan murid untuk diajari menari Topeng Kaliwungu. Satu di antaranya Sutomo.
Namun, dari sekian banyak murid Mbah Sanemo, hanya Sutomo yang masih hidup. Sedangkan, teman-teman seperjuangannya telah meninggal dunia terlebih dahulu.
Kini, usia Mbah So telah menginjak 60 tahun. Kala belajar dengan Mbah Sanemo, Mbah So berusia 7 tahun dan menjadi murid termuda ketika itu.
Baca juga: Banyak Warga Tak Bisa Tonton Tari Topeng Kaliwungu, Bupati Lumajang Minta Maaf
Mbah So kecil mulanya hanya ikut membantu Mbah Sanemo menarik layar untuk pertunjukan ludruk. Kesungguhan Sutomo itu rupanya diperhatikan Mbah Sanemo dari hari ke hari.
"Mulai nari habis sunat itu, lupa angkanya (tahunnya). Awalnya ya narik layar itu ikut bantu Mbah Nemo," kata Sutomo di rumahnya, Rabu (20/9/2023).
Suatu Mbah Sanemo memanggil Sutomo untuk menari. Namun, pelajaran pertama yang diterima Sutomo kala itu adalah memainkan gendang.
Sebab, wajib hukumnya bagi seorang penari untuk mengetahui irama musik yang akan mengiringinya agar setiap gerak tarian bisa selaras.
Darah seni rupanya telah mengalir pada diri Mbah So sejak kecil. Tidak butuh waktu lama, kurang dari seminggu, Mbah So sudah mahir memainkan gendang.
Baca juga: Banyak Warga Tak Bisa Tonton Tari Topeng Kaliwungu, Bupati Lumajang Minta Maaf
Setelah itu baru Mbah So belajar menari Topeng Kaliwungu. Mulai dari cara berjalan, menghentakkan kaki, mengepakkan tangan dan menggelengkan kepala.
"Awal (belajar) gendang, pas bisa langsung nari, ya mulai dari jalannya sampai bisa sekarang ini," lanjutnya.
Masa kanak-kanak Mbah So dihabiskan untuk mendalami Tari Topeng Kaliwungu. Saat remaja, gerakan menarinya sudah semakin mahir, tak heran jika Mbah So kerap diajak Mbah Sanemo untuk tampil dalam berbagai acara.
Kala itu, memang tidak banyak festival maupun gelaran budaya yang digelar di alun-alun maupun panggung-panggung megah.
Baca juga: Tari Topeng Cirebon: Sejarah, Makna, Properti, dan Jenisnya
Tari Topeng Kaliwungu biasanya ditampilkan dalam acara-acara adat maupun acara pernikahan hingga khitanan warga.
Dulu, untuk sekali tampil dengan durasi pertunjukan 1 jam, para penari ini mendapatkan bayaran Rp 50.000.
Kini, bayaran yang diterima sudah naik menjadi Rp 200.000 untuk sekali pertunjukan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.