Untuk itu, Arif menyiapkan dua buah sumur air yang sudah dicampur dengan nutrisi tanaman. Setiap hari, ia melakukan pengecekan terhadap nutrisi yang terdapat dalam air menggunakan alat yang bernama TDS meter.
"Kalau nutrisinya kelebihan berarti tinggal nambahi saja airnya, tapi kalau nutrisinya kurang ya ditambahi abmix-nya," ucapnya.
Baca juga: Mengenal Rockwool dan Manfaatnya untuk Metode Hidroponik
Selain melakukan pengecekan berkala terhadap nutrisi tanaman, Arif juga harus rutin memperhatikan tanamannya lantaran sering diserang hama seperti belalang.
Karena tidak menggunakan pestisida, risiko tanaman rusak diserang hama juga cukup tinggi. Oleh sebab itu, proses pengecekan sangat penting. Ia mengusir hama itu dengan cara manual, yakni dengan membuangnya satu persatu.
"Kan enggak pakai obat-obatan jadi benar-benar alami, kalau ada belalang gitu biasanya ya ngambili satu-satu dibuang," imbuhnya.
Sempat kesulitan pasar
Arif sempat kebingungan saat musim panen. Arif tidak mengetahui hendak dijual ke mana hasil tanamannya itu.
Warung demi warung dihampirinya untuk menawarkan sayuran selada organik itu. Namun, tidak sedikit yang menolaknya mentah-mentah karena harganya mahal dibanding yang dijual di pasaran.
Di pasar, warung-warung itu biasa mendapatkan harga Rp 9.000 perkilogram. Sedangkan sayur selada milik Arif dibanderol mulai harga Rp 25.000 - Rp 30.000.
Hingga akhirnya, sayuran itu dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga dekat rumah. Ternyata, dari sana jalan rejekinya mulai terbuka.