Di tengah berbagai kondisi itu, sebagian perajin masih berupaya bertahan. Salah satu alasannya adalah karena hal itu satu-satunya cara agar keluarga mereka bisa makan.
"Enggak punya lahan pertanian, adanya cuma bikin genteng ini," ujar Agus Widodo.
Namun mereka sendiri juga tidak tahu pasti sampai kapan mampu bertahan.
Kondisi industri genteng yang seperti itu membuat perajin berharap adanya campur tangan langsung dari pemerintah untuk membantunya.
Meskipun bantuan itu nantinya bukan bantuan yang khusus dalam pengembangan industri genteng, setidaknya dalam bentuk lain.
"Misalnya anak-anak muda di sini diberi pelatihan apa gitu supaya mereka ini bisa berdaya," Nohari mengharap.
Bahkan dirinya juga siap jika nantinya wilayah tersebut dibuka menjadi kawasan wisata pendidikan.
Baca juga: 2 Arca Kepala Kala Dievakuasi dari Dalam Sungai di Kediri
Pemerintah Kabupaten Kediri telah mengetahui permasalahan yang tengah mendera perajin genteng tersebut.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Kabupaten Kediri Roosana mengaku sudah melakukan penjajakan.
Salah satu temuannya adalah karena faktor harga. Harga jualnya lebih tinggi dibanding produk yang sama dari daerah lain sehingga kalah saing.
"Kelemahannya adalah bahan baku tidak ada di Kediri tapi mengambil dari daerah lain. Sehingga tidak bisa bersaing dengan (genteng dari wilayah) Tulungagung dari sisi harganya," ujar Roosa.
Oleh sebab itu penjajakan itu salah satunya untuk mencari jalan keluarnya. Apalagi daerah tersebut merupakan kawasan sekitar bandara yang masuk prioritas penanganan.
"Kita berfokus pada potensi unggulan daerah. Satu persatu ditata. Sebab kalau tidak fokus tidak kelihatan hasilnya," ujar Roosa tanpa menyebut model penataan itu.
Perihal persaingan dengan atap logam, kata Roosa, saat ini menjadi keniscayaan karena relatif lebih murah dan mudah pemasangannya.
Namun demikian, menurutnya, atap genteng tidak akan kalah apalagi punah karena telah mempunyai modal bertahan yang kuat dibandingkan atap logam.
"Tetapi industri ini tidak akan punah sebab tidak semua orang suka beratapkan logam karena panas," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.