Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Perajin Genteng Manyaran Kediri di Tengah Terpaan Zaman

Kompas.com, 23 Juni 2022, 17:03 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

KEDIRI, KOMPAS.com- Desa Manyaran adalah salah satu desa di kaki Gunung Wilis, yang secara administratif masuk di Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Lokasinya berjarak sekitar 11 kilometer arah barat dari kantor Pemerintah Kabupaten Kediri.

Baca juga: Menteri ATR Hadi Tjahjanto Bentuk Satgas Atasi Konflik Lahan di Kediri

Pada desa-desa yang terletak di wilayah pegunungan, mudah dijumpai warga yang menjemur aneka hasil kebun di halaman rumah mereka yang rata-rata cukup luas itu.

Yakni berupa biji kopi, cengkeh, coklat, hingga bunga Rosela.

Namun di Desa Manyaran, terutama Dusun Kradenan, ada pemandangan yang berbeda.

Pada lahan-lahan kosong yang tersiram langsung sinar matahari itu, warga memanfaatkannya untuk menjemur genteng.

Baca juga: Detik-detik Innova Tertabrak Kereta Api di Kediri, Terpental hingga Terguling ke Parit

Sebab, banyak warga di desa tersebut berprofesi sebagai perajin genteng, atau atap rumah yang terbuat dari tanah liat yang dicetak dan dibakar.

"Jumlah perajin genteng di Manyaran mencapai 107 perajin," ujar Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan dan Industri Pemerintah Kabupaten Kediri Roosana pada Kompas.com medio Juni 2022.

Bahkan saking banyaknya perajin, pemerintah daerah setempat menetapkan Manyaran sebagai salah satu wilayah penghasil produk unggulan, yaitu sentra home industri genteng.

Seorang perajin memeriksa genting di sentra industri genting Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Seorang perajin memeriksa genting di sentra industri genting Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Hiruk pikuk aktivitas pembuatan genteng di rumah-rumah warga sangat kentara ketika musim panas di Manyaran.

Apalagi rata-rata tempat produksinya berada di pinggir jalan dan tidak ada penutup khusus sebagaimana umumnya pabrik, sehingga akan mudah terlihat.

Mata akan tertuju pada hamparan genteng yang tertata rapi.

Pada bagian bawahnya diberi alas terpal untuk melindungi dari debu atau kotoran yang berpotensi merusak permukaan genteng yang masih basah.

Baca juga: Gelar Pemilihan Inu Kirana, Bupati Kediri Harap Peserta Mengenal Identitas dan Budaya Lokal

Tangan perajin sesekali membalik genteng itu agar masing-masing sisi mendapatkan cukup paparan sinar matahari.

"Mumpung cuaca cukup panas, Mas," ujar Saini (40), salah satu perajin yang tengah menjemur genteng dibantu Beni (20), anaknya.

Teriknya sinar matahari adalah berkah bagi para perajin. Sebab, asupan sinar yang cukup akan membentuk kualitas genting yang bagus dan otomatis mempercepat proses produksi.

Adapun musim penghujan adalah cobaan. Sebab genteng rawan kerusakan karena aktivitas bongkar pasang saat penjemuran.

Baca juga: Hendak Padamkan Kebakaran, Truk Damkar di Kediri Tabrak Pagar hingga Terguling, 2 Orang Luka

"Kadang sehari karena panas kita jemur lalu tiba-tiba mendung ya kita tarik lagi. Lalu panas, ya mau enggak mau harus dikeluarkan lagi untuk dijemur. Kalau enggak hati-hati bisa banyak yang rusak," lanjut Saini.

Selain rawan kerusakan, musim penghujan juga membuat waktu produksi menjadi molor. Sehingga bisa berdampak pada penambahan biaya produksi.

Baca juga: 2 Arca Kepala Kala Dievakuasi dari Dalam Sungai di Kediri

Salah satu rumah yang menjadi home industri genting di Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa, Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Salah satu rumah yang menjadi home industri genting di Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa, Timur.
Terkadang, kerusakan terjadi karena faktor lain. Misalnya lokasi penjemuran yang sangat dekat dengan jalan sehingga terlindas kendaraan yang melintas terlalu ke pinggir.

Pemandangan lainnya yang tidak kalah mencolok adalah Lio atau bangunan tempat pembakaran genteng. Warga setempat menyebutnya Jubung atau Jobong.

Bangunan berbahan bata itu mirip rumah dengan dinding di setiap sisi dan atap bagian atasnya. Strukturnya bertingkat dua. Bagian bawah untuk tempat api pembakaran dan bagian atas tempat genteng yang dibakar.

Jika dilihat lebih dekat, pada struktur bawah nampak rongga besar untuk memasukkan kayu bakar. Juga rongga-rongga berukuran kecil di sekitarnya untuk ventilasi pembakaran.

Baca juga: Masih Ada Kasus Pembuangan Bayi di Kediri, Ternyata Begini Prosedur Perawatan Setelah Ditemukan

Ada yang berbentuk kubus juga persegi panjang, tergantung kebutuhan kapasitas pembakaran.

Jubung yang mirip oven raksasa itu kadang terletak di samping, belakang, bahkan ada juga yang berada di depan rumah karena disesuaikan dengan kemudahan aksesnya.

Pemandangan selanjutnya, adalah tumpukan tanah liat sebagai bahan genteng, alat penggilingan hingga pencetakannya.

"Jadi cara buat genteng itu dari tanah liat yang digiling, dipres, dicetak, dijemur, kemudian dipanaskan dengan suhu tinggi melalui tempat pembakaran itu," ujar Agus Widodo (40), perajin lainnya.

Baca juga: Didorong Bupati Kediri, Permukiman Baru Warga Terdampak Bandara Segera Teraliri Listrik

Pembakaran itu adalah proses terakhir, sebelum genteng didistribusikan ke pelanggan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

"Jadi kalau penjemurannya enggak maksimal, kadar airnya masih tinggi, saat dibakar akan pecah. Semakin banyak yang pecah semakin merugi," lanjut Agus Widodo.

Baca juga: Masih Ada Kasus Pembuangan Bayi di Kediri, Ternyata Begini Prosedur Perawatan Setelah Ditemukan

Tempat pembakaran genting yang oleh masyarakat Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri,Jawa Timur, disebut jubung.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Tempat pembakaran genting yang oleh masyarakat Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri,Jawa Timur, disebut jubung.
Para perajin di desa itu menjalankan usahanya secara turun temurun dan tidak sedikit yang masih berhubungan kerabat.

Agus Widodo misalnya, adalah generasi ketiga dari usaha genteng di lingkup keluarganya. Dia berdikari setelah ikut kerja Nohari (63), bapaknya.

Nohari sendiri, yang lebih sepuh, tidak mengetahui pasti kapan mulai ada produksi genteng di desanya. Hanya saja dia mengingat bahwa kisaran tahun 1985-an mulai ada modernisasi industri.

"Peralatan-peralatan yang dari kayu itu mulai berganti logam. Misalnya alat cetaknya," ungkap Nohari.

Baca juga: Masih Ada Kasus Pembuangan Bayi di Kediri, Ternyata Begini Prosedur Perawatan Setelah Ditemukan

Dari situ, lanjut Nohari, produksi genteng di desanya semakin maju. Apalagi para perajin banyak mendapat berbagai pelatihan dari pemerintah maupun pihak swasta.

"Semua itu tak lepas dari jasa Pak Sahlan, yang memajukan industri genteng sini," lanjut Nohari yang merupakan anak Sahlan ini.

Bahkan dari Sahlan pula, di desa tersebut dulunya terbentuk koperasi perajin genteng. Dari koperasi itu jaminan pasar maupun jangkauan menjadi semakin luas.

Agus Widodo menambahkan, sentra industri mendapatkan kejayaan di era tahun 90-an sampai tahun 2000.

Baca juga: Detik-detik Innova Tertabrak Kereta Api di Kediri, Terpental hingga Terguling ke Parit

Saat itu, kata dia, seluruh genteng yang diproduksi warga desa hanya dilabeli atau cap M, yang merujuk Manyaran sebagai nama desa.

Saat itu pula, kata Widodo, jumlah perajin bertambah pesat mencapai 300 perajin. Otomatis banyak menyerap tenaga kerja yang tidak hanya dari desanya sendiri.

"Orang-orang luar desa pada datang ke sini. Dulu jadi jujukan orang mencari kerja," lanjut Widodo yang menamai Karya Indah untuk produk gentingnya ini.

Namun perkembangan desanya itu perlahan mengalami penurunan. Tidak sedikit perajin yang kolaps lalu menutup usaha.

Penutupan itu, Widodo menganalisa, terjadi karena beberapa faktor. Misalnya karena banyaknya generasi muda yang ogah bekerja di bidang industri genteng.

Baca juga: Menteri ATR Hadi Tjahjanto Bentuk Satgas Atasi Konflik Lahan di Kediri

"Banyak generasi muda sini yang memilih bekerja di luaran sana. Padahal kalau ditekuni, hasil usaha genteng juga gak kalah," ujarnya.

Lalu faktor selanjutnya, masih kata Widodo, adalah susahnya mendapatkan tanah liat sebagai bahan baku genteng.

Bahan baku itu sendiri, kata Widodo, memang menggunakan tanah liat yang berasal dari desanya sendiri karena mempunyai kualitas bagus.

Namun saat ini semakin susah mendapatkannya karena lahan yang ada semakin menyempit seiring pertambahan penduduk.

"Apalagi kawasan Manyaran juga masuk dalam kawasan bandara. Jadi akan semakin susah mendapatkan bahan," ujarnya.

Baca juga: Kasus Kredit Macet Bank Jatim Rp 4,7 Milliar, Mantan Pimpinan Cabang Ditahan Kejaksaan

Selain itu berkurangnya jumlah perajin juga karena faktor persaingan usaha yang ketat.

Tidak hanya antar produsen genteng dari berbagai tempat, tetapi juga dengan atap logam maupun beton.

"Sekarang kan banyak masyarakat yang bangun rumah atapnya pakai atap lain, bukan genteng," ujar Widodo.

Perihal atap nongenting tanah liat itu, memang dirasa lebih terjangkau dari sisi harga sehingga bisa menghemat biaya.

"Sekaligus efisien dalam pemasangannya dan hemat ongkos tukang," ujar Faisol (23), pemilik toko bangunan di Cerme, Kecamatan Gringging ini.

Dia mencontohkan, satu meter persegi atap membutuhkan genteng sekitar 25 biji dengan harga kisaran @ Rp 2.500. Padahal untuk asbes ukuran 80x180 harganya cuma sekitar Rp 65.000 bahkan banyak yang lebih murah.

"Kalau rumah hunian masih banyak yang pakai genteng. Tapi kalau pembangunan skala besar biasanya atap logam," jelas Faisol.

Baca juga: Pria di Kediri Dihajar Warga Usai Menjambret, Ternyata Dompet yang Dicuri Berisi Rp 4.000

Seorang perajin genting dengan alat cetaknya di sentra produksi genting Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Seorang perajin genting dengan alat cetaknya di sentra produksi genting Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Di tengah berbagai kondisi itu, sebagian perajin masih berupaya bertahan. Salah satu alasannya adalah karena hal itu satu-satunya cara agar keluarga mereka bisa makan.

"Enggak punya lahan pertanian, adanya cuma bikin genteng ini," ujar Agus Widodo.

Namun mereka sendiri juga tidak tahu pasti sampai kapan mampu bertahan.

Kondisi industri genteng yang seperti itu membuat perajin berharap adanya campur tangan langsung dari pemerintah untuk membantunya.

Meskipun bantuan itu nantinya bukan bantuan yang khusus dalam pengembangan industri genteng, setidaknya dalam bentuk lain.

"Misalnya anak-anak muda di sini diberi pelatihan apa gitu supaya mereka ini bisa berdaya," Nohari mengharap.

Bahkan dirinya juga siap jika nantinya wilayah tersebut dibuka menjadi kawasan wisata pendidikan.

Baca juga: 2 Arca Kepala Kala Dievakuasi dari Dalam Sungai di Kediri

Pemerintah Kabupaten Kediri telah mengetahui permasalahan yang tengah mendera perajin genteng tersebut.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Kabupaten Kediri Roosana mengaku sudah melakukan penjajakan.

Salah satu temuannya adalah karena faktor harga. Harga jualnya lebih tinggi dibanding produk yang sama dari daerah lain sehingga kalah saing.

"Kelemahannya adalah bahan baku tidak ada di Kediri tapi mengambil dari daerah lain. Sehingga tidak bisa bersaing dengan (genteng dari wilayah) Tulungagung dari sisi harganya," ujar Roosa.

Oleh sebab itu penjajakan itu salah satunya untuk mencari jalan keluarnya. Apalagi daerah tersebut merupakan kawasan sekitar bandara yang masuk prioritas penanganan.

"Kita berfokus pada potensi unggulan daerah. Satu persatu ditata. Sebab kalau tidak fokus tidak kelihatan hasilnya," ujar Roosa tanpa menyebut model penataan itu.

Perihal persaingan dengan atap logam, kata Roosa, saat ini menjadi keniscayaan karena relatif lebih murah dan mudah pemasangannya.

Namun demikian, menurutnya, atap genteng tidak akan kalah apalagi punah karena telah mempunyai modal bertahan yang kuat dibandingkan atap logam.

"Tetapi industri ini tidak akan punah sebab tidak semua orang suka beratapkan logam karena panas," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau