Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Reog Ponorogo yang Diklaim Malaysia, Ada sejak Masa Kerajaan Majapahit

Kompas.com, 11 April 2022, 16:52 WIB
Muhlis Al Alawi,
Andi Hartik

Tim Redaksi

PONOROGO, KOMPAS.com - Salah satu sesepuh tokoh Reog Ponorogo, H Ahmad Tobroni Torejo (86) menyatakan, seni dan budaya Reog sudah dikenal masyarakat Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, sejak sebelum abad ke-15. Menurutnya, sendratari Reog lahir sebagai bentuk sindiran seorang punggawa Kerajaan Majapahit, Surya Alam terhadap Raja Majapahit Brawijaya V lantaran mudah dipengaruhi istrinya yang bernama Putri Campa.

Belakangan ini, Reog Ponorogo menjadi perbincangan publik menyusul kabar rencana pemerintah Malaysia akan mengusulkan kesenian yang sama ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya di negaranya.

"Reog Ponorogo itu sudah lahir sejak ratusan tahun lalu. Saya sudah tahu sejak kecil dari mbah buyut hingga mbah canggah saya. Bahkan sebelum tahun 1.496 sudah ada Reog Ponorogo. Kalau sekarang diakui oleh negara lain (Malaysia) mereka berdasarkan cerita apa,” ujar Mbah Tobroni, biasa Ahmad Tobroni Torejo disapa, saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/4/2022).

Baca juga: Soal Kabar Malaysia Hendak Klaim Reog Ponorogo, Seniman: Saya Tidak Khawatir...

Menurut Mbah Tobroni, seni Reog muncul saat Raja Majapahit Brawijaya V bertahta. Pada saat itu, Raja Brawijaya kelima memiliki seorang istri bernama Putri Campa. Setelah memiliki istri Putri Campa, pemerintahan Raja Brawajiya V banyak dipengaruhi istrinya tersebut.

Banyaknya campur tangan sang istri terhadap tata pemerintahan Kerajaan Majapahit, kata Mbah Tobroni, menjadikan salah satu punggawanya Ki Ageng Surya Alam tidak menyukainya. Surya Alam lalu membuat pertunjukan seni bernama Reog sebagai bentuk sindirian kepada raja yang mudah dipengaruhi istrinya.

“Sindiran itu salah satu bentuknya Dadak Merak,” kata Mbah Tobroni.

Baca juga: Seniman Reog Ponorogo Protes Rencana Klaim Malaysia: Mengapa Suara Kami Diabaikan?

Mbah Tobroni menyatakan, penciptaan seni budaya Reog sebagai upaya Surya Alam membentuk manusia yang kuat lahir dan batin. Hingga akhirnya manusia yang kuat lahir batin disebut dengan nama Warok.

Diklaim sejak 2006

Mbah Tobroni menuturkan, aksi klaim Malaysia terhadap seni Reog sudah terjadi sejak tahun 2006. Namun, Tobroni menyebut, saat ditanya alasan mengklaim Reog sebagai budayanya, Malaysia selalu tidak bisa menjawab.

“Malaysia sudah pernah klaim Reog sebagai budaya mereka itu sejak tahun 2006. Pertanyaannya dasarnya apa mereka mengklaim memiliki budaya itu. Ceritanya dari mana dan versinya seperti apa. Tetapi mereka tidak bisa menjawab,” tutur Tobroni.

Halaman:


Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau