Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tuntut Penjara 4-5 Tahun untuk 16 Pelaku Pengeroyokan Santri hingga Tewas di Blitar

Kompas.com, 25 April 2024, 18:31 WIB
Asip Agus Hasani,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut 16 santri terdakwa dengan hukuman penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) selama 4 tahun dan 5 tahun.

Tuntutan itu diberikan pada persidangan kasus pengeroyokan santri hingga meninggal di Pengadilan Negeri Blitar, Jawa Timur.

Selain itu, JPU juga menuntut satu santri terdakwa yang baru berusia 13 tahun dengan hukuman pembinaan di UPT pembinaan sosial Surabaya selama 1 tahun.

Baca juga: Terungkap, Santri di Blitar Dikeroyok di Mushala oleh 17 Santri Lain sampai Koma dan Meninggal

Jumlah total terdakwa pelaku kekerasan terhadap rekan mereka di Pondok Pesantren Tahsinul Ahlaq di Kecamatan Sutojayan, M Ali Rofi (13), adalah 17 santri berusia 13-15 tahun.

JPU dari Kejaksaan Negeri Blitar, Martin Eko Priyanto, mengatakan bahwa pihaknya menuntut 16 dari 17 anak terdakwa pelaku dengan hukuman kurungan di LPKA Blitar selama 4 tahun dan 5 tahun.

"Sebenarnya yang kami tuntut penjara 5 tahun di LPKA hanya 1 anak. Sisanya yang 15 anak kami tuntut penjara LPKA selama 4 tahun,” ujar Martin saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (25/4/2024) sore.

"Kemudian ada 1 anak yang baru berusia 13 tahun, sesuai undang-undang tidak dapat dipidanakan, kami tuntut dengan hukuman ‘tindakan’ di UPT Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Marsudi Putra Surabaya. UPT di bawah Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur,” tambah Martin.

Baca juga: Duduk Perkara Pengeroyokan Santri di Blitar hingga Korban Tewas, Pelaku 17 Santri di Bawah Umur

Satu orang santri yang dituntut paling berat, yakni 5 tahun penjara LPKA, lanjut Martin, adalah pelaku yang pertama kali menyeret korban, Ali Rofi, ke lantai dua mushola Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq.

Di lantai dua mushola itu, ujarnya, terdakwa memukul Ali Rofi lalu diikuti oleh 16 santri terdakwa lainnya.

“Di tengah-tengah berlangsungnya kekerasan itu, terdakwa yang satu tersebut memukul kepala korban menggunakan seterika hingga mengakibatkan korban pendarahan pada bagian otak,” tutur Martin.

Martin mengklaim bahwa tuntutan yang disampaikan pihak JPU sudah memenuhi harapan akan rasa keadilan bagi semua pihak, baik pihak keluarga korban maupun keluarga para terdakwa.

Berdasarkan Pasal 80 Ayat 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kata Martin, hukuman maksimal untuk tindak pidana tersebut adalah 7 tahun.

Baca juga: Kisah Santri di Blitar Dikeroyok 17 Teman hingga Koma lalu Meninggal

Sementara itu, penasehat hukum 17 santri terdakwa, Yauma, belum dapat memberikan pernyataan saat dihubungi Kompas.com.

Di sisi lain, ayah korban, Yoyok Budi Utomo (44) mengaku lebih mengharapkan putusan yang adil yang akan diambil oleh majelis hakim.

“Ya kami tidak memahami hukum. Kami yakin JPU memiliki pertimbangan sendiri. Kami berharap nanti majelis hakim akan membuat keputusan yang adil buat kami,” ujar Yoyok.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau