Tobroni menuturkan, seni Reog dikenal di Malaysia setelah banyaknya warga Kabupaten Ponorogo yang merantu bekerja ke Negeri Jiran. Para tenaga kerja asal Kabupaten Ponorogo memainkan seni Reog di Malaysia sebagai pengobat rindu kepada keluarga dan menghilangkan kebosonan usai bekerja.
“Seni Reog dikenalkan di Malaysia sejak warga Ponorogo bekerja sebagai tenaga kerja di sana. Untuk menghilangkan rasa kebosanan dan mengobat kerinduan keluarga mereka memainkan Reog,” jelas Tobroni.
Baca juga: Kekecewaan Bupati Ponorogo pada Menteri Nadiem soal Reog Ponorogo dan Klaim Malaysia
Menurut Tobroni, Malaysia mengklaim seni Reog lantaran mengetahui Reog Ponorogo tak menjadi prioritas utama dalam usulan ke UNESCO. Hal ini terbukti karena pemerintah lebih mengutamakan jamu untuk diusulkan sebagai wisata budaya tak benda ke UNESCO.
“Kalau saya itu terjadi karena Reog Ponorogo dikalahkan sama jamu kemudian akhirnya Malaysia mengklaim,” kata Tobroni.
Tobroni menduga, tidak diprioritaskannya Reog Ponorogo ke UNESCO lantaran banyaknya kepentingan. Terlebih, jamu terkait dengan perdagangan yang hanya akan membesarkan perusahaan.
“Sekarang kepentignan orang itu maccm-macam. Bukan kebesaran seni yang adiluhung dan ditorehkan di UNESCO bahwa Reog itu adalah tinggalan budaya Ponorogo. Karena jamu itu perdagangan sementara Reog itu budaya. Kalau jamu tidak bisa menarik wisatawan tetapi hanya membesarkan perusahaan,” jelas Tobroni.
Baca juga: Bupati Kaget Nadiem Makarim Pilih Usulkan Jamu Dibandingkan Reog Ponorogo ke UNESCO
Menurut Tobroni, dampak Reog akan lebih besar bila diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO ketimbang jamu. Pasalnya, dari budaya akan muncul aspek ekonomi berupa pertunjukkan atau tontonan yang dihadiri banyak orang seperti pertunjukan seni di Bali.
“Jadi lebih banyak mana hasil dari jamu dan hasil dari pariwisata. Pasti banyak dari pariwisata,” kata Tobroni.
Terhadap fakta itu, Tobroni meminta Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko dan DPRD Ponorogo tidak pantang menyerah untuk memperjuangkan Reog sebagai warisatan budaya tak benda ke UNESCO.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.