"Itu diterjemahkan saklek atau dimakan mentah-mentah oleh sebagian sekolah di Banyuwangi, terutama yang mereka tidak siap. Sehingga Bahasa Osing tidak lagi diajarkan oleh mereka," jelasnya.
Tidak hanya itu, kurikulum 2013 mengharuskan guru mengajar mata pelajaran yang linier dengan bidang keilmuannya. Padahal, belum ada sarjana bahasa atau sastra Bahasa Osing.
Baca juga: Angin Kencang dan Hujan Lebat Disertai Es di Banyuwangi, Puluhan Rumah Rusak
Iwan mengatakan, hal itu membuat sebagian besar Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat di Banyuwangi tidak lagi mengajarkan muatan lokal Bahasa Osing.
Saat ini hanya sebagian Sekolah Dasar (SD) sederajat yang tetap mengajarkan mata pelajaran Bahasa Osing kepada siswanya. Sekolah tersebut mengajarkan Bahasa Osing untuk siswa kelas 4, 5 dan 6.
Berharap pada Perda
Karena itu, Raperda yang akan dibahas itu diharapkan mampu mengatasi kurangnya tenaga guru serta mendorong sekolah memasukkan mata pelajaran Bahasa Osing. Tidak hanya itu, keberadaan Perda juga diharapkan dapat merevitalisasi dan menguatkan penggunaan Bahasa Osing dalam kehidupan sehari-hari.
"Pengajaran Bahasa Osing di sekolah, selama ini cenderung lebih ke tulis. Tapi pengajaran bahasa itu kan tidak hanya menulis tetapi juga lisan. Saya kira Dinas Pendidikan sudah punya perangkat yang cukup baik untuk menyusun kurikulum," kata Iwan.
Selain Perda, Iwan menyebut ada berbagai cara untuk menguatkan penggunaan Bahasa Osing. Salah satunya adalah melalui lagu-lagu berbahasa Osing yang populer. Nama Banyuwangi yang semakin dikenal juga diharapkan mampu memperkuat penggunaan Bahasa Osing.
Iwan mengatakan, sebenarnya sudah ada Perda yang mengatur tentang pelestarian warisan budaya. Yakni Perda nomor 14 Tahun 2017 tentang pelestarian warisan budaya dan adat istiadat di Banyuwangi.