Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UB: Kota Malang Belum Ramah Pejalan Kaki, Picu Risiko Penyakit Kronis

Kompas.com, 20 Agustus 2025, 18:29 WIB
Nugraha Perdana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Kondisi tata ruang di Kota Malang, Jawa Timur, dinilai belum ramah bagi pejalan kaki. Hal ini tidak hanya mengurangi kenyamanan, tetapi juga berpotensi memicu berbagai penyakit kronis di masyarakat akibat rendahnya aktivitas fisik.

Hal ini disampaikan oleh Jenny Ernawati yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Rancang Kota dari Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) pada Kamis (21/8/2025) besok.

Menurutnya, orientasi pembangunan kota yang selama ini terlalu fokus peruntukannya pada kendaraan bermotor sehingga membuat pejalan kaki terpinggirkan.

Baca juga: Cerita Pengusaha Kuliner di Kota Malang, Ngaku Raup Untung Jalankan Dapur MBG

"Kalau kita mencoba berjalan kaki di Malang, kita akan merasa seperti orang yang paling sengsara. Harusnya berjalan kaki itu sehat, tetapi rancang kotanya belum bisa mewadahi itu," kata Jenny pada Rabu (20/8/2025).

Ia memaparkan data WHO dan penelitian global menunjukkan bahwa gaya hidup modern yang minim gerak (sedentary living) menyumbang 20-30 persen kematian akibat penyakit tidak menular di seluruh dunia.

Baca juga: Kerangka Manusia Ditemukan di Lahan Kosong Kota Malang, Diduga Pria yang Hilang Sejak April

"Artinya itu jangan sampai kita masuk ke seperti itu. Jadi bagaimana caranya meng-encourage orang, menarik orang untuk mau berjalan kaki," katanya.

Menurutnya, jika tidak ada terobosan dalam desain kota, masyarakat akan semakin terjebak dalam rutinitas rumah dan kantor atau rumah dan sekolah tanpa ruang untuk beraktivitas fisik yang memadai, sehingga meningkatkan risiko stres dan gangguan kesehatan mental.

"Karena kita tahu sendiri, di kita sekarang kan angka bunuh diri cukup tinggi. Ya, anak muda itu misalnya, ya itu mungkin akan agak jenuh kalau seperti itu tadi. Nah, harapannya dengan kita bisa membuat, melalui rancang kota, kita bisa berkontribusi," katanya.

"Ya, berkontribusi dengan melalui desain lingkungan fisik itu bisa menarik orang untuk banyak beraktivitas secara fisik. Sehingga nanti kan mereka juga akan meningkatkan kesehatannya, kesehatan masyarakat, dan juga kesehatan mentalnya tentu saja," sambungnya.

Menjawab permasalahan tersebut, Jenny menawarkan sebuah model akademis bernama RATAP atau Model Rancang Kota Ramah Pejalan Kaki. Pendekatan hasil kajiannya memadukan dimensi obyektif seperti infrastruktur fisik dengan dimensi subyektif seperti persepsi, preferensi, dan budaya masyarakat.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau