"Kalau sukanya, yang tidak dilirik sama orang, dibuang cuma-cuma, dan kadang tidak terakomodir dengan baik di pinggir jalan, ternyata bisa jadi support rupiah buat kita."
"Buat beli baju baru, buat bantu keluarga agar dapur tetap ngebul, atau bahkan untuk biaya sekolah anak-anak," ungkap dia.
Baca juga: Hari Kartini, Fahira Idris: Perempuan Indonesia Pilar Peradaban dan Agen Perubahan
Setidaknya, lanjut Dwi, di tengah ekonomi yang sedang tidak stabil, ibu-ibu bisa mengandalkan sampah yang berserakan menjadi pundi-pundi rupiah.
Setiap kali produksi, 5-10 produk bisa dihasilkan dalam sehari. Hanya saja, jika bahan belum terkumpul dan belum siap dianyam, maka prosesnya bisa berminggu-minggu.
"Kalau dari pengumpulan bahan, sekitar dua minggu. Tapi hasilnya tidak hanya satu. Minimal 5-10 produk. Bahannya perlu proses untuk dibersihkan, dikeringkan, digunting, dilipat, disteples, dianyam untuk dibentuk menjadi tas," ujar dia.
Biasanya, Dwi dan para ibu-ibu sering memproduksi daur ulang sampah pada setiap akhir pekan, karena masih menyesuaikan dengan jadwal libur mereka masing-masing.
"Terkecuali ada pesanan, kita kumpul, secara massal melakukannya," sambung dia.
Pasar untuk menjual hasil kerajinan daur ulang sampah belum jelas dan tidak pasti. Hal itu dirasakan langsung oleh para perajin dan penggiatnya.
Kepada Kompas.com, Dwi mengaku bahwa selama ini hasil kerajinan mereka masih bergantung pada pelaksanaan event dan pameran baik tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten.
Selain itu, mereka tidak memiliki pasar khusus untuk memperjualbelikannya.
"Pernah laku saat ada event. Seperti pameran, tugas sekolah, pameran di balai desa, baru banyak. Kalau dititipkan ke toko tidak pernah."
Baca juga: Aksinya Menolong Tukang Becak Viral, Tiga Polwan Polres Gowa Dapat Penghargaan di Hari Kartini
"Tapi kalau dipinjam, untuk dipajang di pameran dan yang lain, iya. Dan, alhamdulillah kadang ada yang laku juga," kata dia.
Pemerintah Kabupaten Sumenep belum pernah menyediakan pasar khusus untuk menjual barang dari para perajin daur ulang sampah.
Selama ini, informasi penjualannya hanya disampaikan dari mulut ke mulut atau diunggah ke grup bersama pendaur ulang sampah yang lain.
"Bukan tidak ada inisiatif dari Pemkab ya. Mungkin belum. Kami inginnya juga dikasih wadah. Jangan hanya dikumpulkan saat ada kegiatan saja. Tapi digelar pelatihan atau lainnya," harap dia.