"Nama itu adalah doa. Makanya saya ambil dari nama keluarga dan istri. Semoga bisa langgeng dan berkah," ujarnya.
Khudori mengenal Mulyati sejak kecil. Saat remaja, Mulyati bekerja sebagai pramuniaga dan sering membeli mi buatannya.
"Iya dulu pas masih jualan mi di Pasar Poncol, ia (Mulyati) itu sering beli mi. Jadinya kenal dan saya lama," kenangnya sambil tersenyum.
Kini, pasangan tersebut sudah menjadi kakek-nenek dengan dua anak dan tiga cucu.
Di Warung Sri Mulya, Khudori menawarkan berbagai masakan, termasuk nasi goreng, mi goreng, cap jay, fuyung hay, dan mi kuah.
Harga yang ditawarkan cukup terjangkau, yaitu Rp 15.000 untuk mi kuah, mi goreng, dan nasi goreng.
Baca juga: Bukan Sekadar Cinta, Fakhris dan Inti Ubah Romance Jadi Bisnis Masa Depan
Jika pelanggan ingin menambah telur dadar atau telur ceplok, hanya perlu menambah Rp 3.000.
Untuk cap jay atau fuyung hay, harga per porsi adalah Rp 25.000.
Warung ini buka setiap hari mulai pukul 16.00 hingga maksimal 01.00 dinihari, tergantung sepinya pembeli.
Khudori menyiapkan sekitar 5 kilogram nasi dan 5 kilogram mi setiap harinya.
Aminullah, yang telah bekerja bersama Khudori selama 30 tahun, mengungkapkan bahwa sosok Khudori patut dicontoh.
"Juragan itu (Khudori) orangnya sederhana, kalem. Guyonannya ringan-ringan saat memasak," ujarnya.
Salah satu pelanggan, Diana Rahmawati, mengaku mengenal mi Sri Mulya dari ayahnya yang sering mengajaknya makan di sana saat kecil.
"Hampir keluarga besar saya sudah mengenal mi Sri Mulya. Karena mi-nya tidak terlalu manis sehingga gurihnya masih terasa banget. Saya tahu sejak kecil waktu diajak ayah," tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang