MAGETAN, KOMPAS.com - Tangan kanan Haryani (43), pengrajin tempe di Desa Terung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, cekatan meraup segenggam kedelai yang telah diberi ragi ke susunan daun pisang yang dilapisi kertas di tangan kirinya.
Tangannya sudah terlatih selama 6 tahun terakhir menakar banyaknya kedelai untuk dibungkus menjadi tempe mendoan.
Haryani harus lebih cekatan memproduksi tempe itu karena permintaan selama libur Lebaran meningkat.
“Setiap tahun ada peningkatan permintaan kalau libur Lebaran, baik dari toko oleh-oleh khas Magetan maupun pesanan dari pemudik yang akan kembali ke kota tempat mereka bekerja sebagai oleh-oleh,” katanya saat ditemui di rumahnya, Senin (15/4/2024).
Baca juga: Mampir ke Rest Area Handayani Kebumen, Beristirahat Sembari Melihat Pembuatan Keripik Tempe
Haryani mengaku, setiap hari bisa menghabiskan 80 kilogram kedelai untuk produk tempe mendoan dan tempe untuk digoreng yang memiliki ukuran sekitar 5 sentimeter persegi.
Para pemudik biasanya akan berburu tempe biasa, sementara tempe mendoan biasanya sudah dipesan oleh toko oleh-oleh khas Magetan atau kafe.
“Peningkatannya bisa 100 kilogram kedelai kita masak untuk sehari. Pemudik biasanya mencari tempe biasa yang kita jual Rp 500 perbiji,” imbuhnya.
Baca juga: Arus Balik Lebaran, Penumpang yang Menyeberang dari Jawa ke Bali Masih 37 Persen
Pengrajin tempe di Desa Terung, Sumini mengaku selama libur Lebaran tempe biasa buatannya justru laku diburu oleh pemudik dengan langsung mendatangi rumahnya.
Dalam satu hari, dia mengaku bisa menghabiskan 10 kilogram kedelai untuk memenuhi permintaan pemudik.
“Biasanya hanya habis 5 kilogram kedelai, kalau Lebaran seperti ini banyak permintaan yang langsung ke rumah jadi kita naikkan 10 kilogram kedelai per hari,” katanya.
Kelebihan produk tempe dari Desa Terung, menurut Sumini, karena dibungkus menggunakan daun pisang yang membuat rasa dan aroma tempe berbeda dengan produk tempe dari desa lain yang dibungkus dengan menggunakan plastik.