Semua pengrajin tempe di Desa Terung masih mempertahankan produk tempe dengan menggunakan pembungkus daun pisang meski terkadang untuk mencari daun pisang sangat sulit.
“Kalau musim angin itu daun pisang sulit dicari karena daun pisang banyak yang hancur, biasanya juga mahal kalau pas musim seperti itu. Satu ikat biasanya Rp 5.000 bisa naik menjadi Rp 12.000 per ikat,” ucapnya.
Meski terjadi kenaikan ongkos produksi karena harga daun pisang naik, pengrajin tempe di Desa Terung tetap memilih menggunakan daun pisang untuk membungkus tempe produk mereka. Mereka juga enggan menaikkan harga jual tempe.
“Kami tetap menjual tempe dengan menggunakan bungkus daun pisang karena pembelinya tidak mau bungkus plastik. Rasanya pasti beda dengan tempe dengan bungkus plastik. Kata mereka lebih gurih dan baunya lebih wangi kalau menggunakan bungkus daun pisang. Kalau daun mahal kami memilih mengurangi untung, untuk menjaga pembeli biar tidak lari ke pengrajin tempe lain,” kata Sumini.
Baca juga: Sopir Avanza Berkelahi dengan Kru Bus di Jalan Raya Bojonegoro Saat Arus Balik
Perbedaan pengrajin tempe bungkus daun pisang lainnya, menurut Sumini, adalah cara memasak kedelai yang masih menggunakan kuali tanah dengan menggunakan kayu bakar yang akan menghasilkan kedelai bahan tempe memiliki rasa dan aroma yang khas.
Waktu masak kedelai dengan menggunakan kayu bakar juga lebih lama membuat pertumbuhan jamur pada tempe lebih bagus.
“Kami masih menggunakan cara tradisional sehingga bisa menghasilkan jamur dari ragi pada tempe lebih baik kualitasnya. Ini yang membuat rasa tempe bungkus daun pisang memilik rasa khas,” jelas Sumini.
Meski pangsa pasar tempe bungkus daun pisang terbuka lebar saat libur Lebaran, namun Haryani mengkau kesulitan mencari tenaga kerja pembungkus tempe karena kebanyakan warga memilih libur keja untuk berlebaran bersama sanak keluarga.
Satu-satunya cara bagi Haryani adalah dengan memberi insentif lebih kepada pekerjanya untuk tetap bekerja.
“Tenaga kerja kan susah karena pada libur, akhirnya kita minta pekerja Lebaran ke sanak keluarga pagi, malamnya baru lembur membungkus dengan uang ekstra lembur. Itu pun hanya beberapa orang yang mau, akhirnya kita menyesuaikan dengan tenaga kerja, kita mengambil pesanan sesuai kemampuan produksi," jelasnya.