Kekurangan bahan makanan dapat terjadi sewaktu-waktu. Apalagi saat ini Warung Makan Gratis itu setiap hari menyediakan makanan sebanyak 150 hingga 200 porsi dengan kebutuhan beras sebanyak 15 hingga 20 kilogram.
Antara 60 hingga 70 persen dari mereka setiap hari makan di warung gratis itu adalah orang yang sama. Selain tukang becak, ada pengemudi ojek online, pengemis, dan lainnya.
Sisanya, sekitar 35 persen tidak datang berulang. Mereka adalah pekerja bangunan dan pekerja kasar lain seperti proyek-proyek infrastruktur yang didatangkan dari luar kota.
“Pernah ada pekerja bangunan dari Jember dan Lumajang setiap hari makan di sini. Ada 30-an orang yang kebetulan sedang bekerja di sekitar sini,” tutur Komsatun.
Sesekali, warung makan gratis itu juga didatangi peziarah Makam Presiden Soekarno dari luar kota yang mungkin tidak membawa bekal yang cukup untuk perjalanan mereka. Mereka biasanya menumpang angkutan umum.
Didin dan rekan-rekannya tidak mau ambil pusing, apakah mereka yang makan di warung makan gratis memiliki uang yang cukup atau tidak. Atau apakah mereka benar-benar orang yang membutuhkan bantuan.
“Yang penting niat kami berbuat baik, membantu sesama. Tidak penting apakah mereka yang datang sebenarnya punya uang atau tidak. Kami ikhlas menjalankan ini,” kata Didin.
Baca juga: Di Tengah Ombak Tinggi, Tim SAR Cari 8 Nelayan yang Hilang di Laut Selatan Blitar
Entah apa yang membuat Didin, Komsatun, dan rekan-rekan lainnya itu begitu teguh menjalankan kegiatan amal itu selama 2,5 tahun terakhir.
Mereka tidak menikmati sepeser pun donasi yang masuk selain untuk menyediakan makanan di warung.
Mereka juga tidak memungut imbalan dari biaya dan tenaga yang mereka keluarkan selama mengelola warung makan gratis itu.
Misalnya, saat beberapa dari mereka harus mengambil donasi berupa bahan makanan di lokasi yang cukup jauh di pedesaan Kabupaten Blitar.