Salin Artikel

Warung Makan Gratis di Blitar, 2,5 Tahun Jadi Penyambung Hidup Kaum Papa

Pria yang usianya mendekati 60 tahun itu segera mengantre di belakang dua rekannya sesama pengayuh becak.

Setelah menuang nasi pada piring di tangan kirinya, Jumari melongok ke arah dua panci berisi sayuran yang berbeda.

Dia memilih sayur daun singkong sebagai menu sarapannya pagi itu, bukan sayur nangka muda yang ada di panci lainnya.

Seorang pria muda yang duduk menghadap ke meja berisi sayur dan lauk pauk kemudian mengulurkan tangannya ke arah piring Jumari dan meletakkan satu potong tempe goreng.

Jumari mengambil tempat duduk setelah menuang segelas air putih dari sebuah teko.

Setelah menghabiskan hidangan sarapan pagi itu, Jumari diam sejenak.

Dia turunkan kaki kanannya dari kursi, menyapa rekannya yang duduk di meja makan sebelah sembari meneguk air putih, kemudian beranjak menuju tempat cuci piring.

Dia cuci piring dan gelas yang dia pakai, kemudian berujar kepada laki-laki dan perempuan penjaga warung dalam Bahasa Jawa, “Matur nuwun Mbak, Mas...”

“Belum dapat penumpang. Belum sarapan tadi,” ujar Jumari sembari tertawa lebar dan bersiap meninggalkan Warung Makan Gratis yang hampir setiap hari dia datangi selama lebih dari dua tahun terakhir.

“Tergantung situasi. Kadang mangkal tidak jauh dari sini dan belum dapat penumpang sama sekali. Siangnya balik lagi ke sini, makan siang,” ujarnya.

Meski menu makanan di warung gratis itu seadanya, Jumari mengaku keberadaannya sangat berarti bagi pengayuh becak seperti dirinya yang bermodal tenaga kasar untuk  mencari nafkah.

Di sisi lain, penumpang datangnya tidak menentu dengan penghasilan tidak pasti.

Lahir dari keprihatinan

Profesi pengayuh becak di Kota Blitar masih cukup banyak, ratusan orang.

Sebagian dari mereka biasa mangkal di sekitar Makam Presiden Soekarno di Kelurahan Bendogerit yang jumlahnya mencapai 250-an.

Sebagian lainnya tersebar di sejumlah titik termasuk di pasar-pasar tradisonal.

Mereka mengalami masa paling sulit saat pandemi Covid-19 di awal 2020. Penerapan protokol kesehatan dengan membatasi aktivitas masyarakat menjadi pukulan telak bagi hampir semua lapisan masyarakat tak terkecuali, dan terutama, para pengayuh becak.

Berawal dari keprihatinan terhadap nasib mereka di masa pandemi, sekelompok warga Kota Blitar yang terdiri dari 10 orang tergerak mengulurkan tangan dengan mendirikan Warung Makan Gratis.

“Kami mulai buka pertama bulan Februari 2021. Dan sejak itu belum pernah berhenti. Paling tutup di hari tertentu seperti hari raya,” ujar Didin Andriani, perempuan berusia 40-an tahun, yang didapuk oleh rekan-rekannya sebagai penanggung jawab Warung Makan Gratis.

Jauh sebelum Didin dan sembilan rekan-rekannya menjalankan Warung Makan Gratis, mereka adalah komunitas kecil warga Kota Blitar yang aktif menjalankan kegiatan amal dan konservasi lingkungan.

Pandemi Covid-19 mendorong mereka untuk memberikan bantuan kepada sesama secara berkelanjutan.

Berbincang dengan kompas.com ditemani rekannya, Komsatun, Didin menuturkan bagaimana 10 orang yang mayoritas perempuan itu selama 2,5 tahun terakhir menjalankan warung makan gratis bagi siapa pun yang membutuhkan.

“Kami mulai dengan mengumpulkan bahan makanan apa saja yang masing-masing dari kami punya. Ada yang beras, minyak, sayuran, bumbu-bumbuan,” tutur ibu rumah tangga itu.

Pada bulan-bulan berikutnya, keberadaan Warung Makan Gratis semakin dikenal luas oleh masyarakat Kota Blitar dan sekitarnya.

Seiring dengan itu, Didin dan rekan-rekannya tidak harus setiap hari memikirkan ketersediaan bahan makanan untuk warung. Donasi dari masyarakat yang memiliki kepedulian pun mulai mengalir.

Donasi tidak selalu berupa uang. Bahkan lebih sering bahan makanan, seperti beras, sayuran, minyak dan keperluan warung lainnya.

“Ada yang ngasih gorengan, sayuran, macam-macam. Ada pedagang sayur mayur di Pasar Templek yang sering berdonasi sayuran. Mungkin sayuran sisa yang tidak terjual di lapaknya,” tutur Didin.

Selama sekitar 1 jam kompas.com berada di warung gratis itu pada Jumat pagi, setidaknya tiga orang datang bergantian tidak untuk makan tapi memberikan donasi.

Satu orang memberikan tempe goreng sekitar setengah kantong plastik, satu lagi memberikan sayur bayam satu kantong plastik besar, dan terakhir memberikan gorengan.

Sepanjang yang Didin ingat, donasi terbesar yang pernah diterima warung makan gratis itu berupa beras sebanyak 500 kilogram.

Tapi tidak jarang juga warung kekurangan bahan. Pada situasi demikian, maka rekan-rekan Didin mencari donasi dengan pengumuman di sejumlah grup WhatsApp. Tidak jarang juga, donasi berupa sayur harus mereka ambil di daerah pedesaan di wilayah Kabupaten Blitar.

“Sering kami disuruh ambil sendiri sayuran di sawah milik petani yang mau berdonasi. Kami petik sendiri sayuran yang tersisa setelah dipanen. Pernah kami harus bawa sayur gambas satu kuintal,” kenang Komsatun.


Langganan pengemudi ojek online

Kekurangan bahan makanan dapat terjadi sewaktu-waktu. Apalagi saat ini Warung Makan Gratis itu setiap hari menyediakan makanan sebanyak 150 hingga 200 porsi dengan kebutuhan beras sebanyak 15 hingga 20 kilogram.

Antara 60 hingga 70 persen dari mereka setiap hari makan di warung gratis itu adalah orang yang sama. Selain tukang becak, ada pengemudi ojek online, pengemis, dan lainnya.

Sisanya, sekitar 35 persen tidak datang berulang. Mereka adalah pekerja bangunan dan pekerja kasar lain seperti proyek-proyek infrastruktur yang didatangkan dari luar kota.

“Pernah ada pekerja bangunan dari Jember dan Lumajang setiap hari makan di sini. Ada 30-an orang yang kebetulan sedang bekerja di sekitar sini,” tutur Komsatun.

Sesekali, warung makan gratis itu juga didatangi peziarah Makam Presiden Soekarno dari luar kota yang mungkin tidak membawa bekal yang cukup untuk perjalanan mereka. Mereka biasanya menumpang angkutan umum.

Didin dan rekan-rekannya tidak mau ambil pusing, apakah mereka yang makan di warung makan gratis memiliki uang yang cukup atau tidak. Atau apakah mereka benar-benar orang yang membutuhkan bantuan.

“Yang penting niat kami berbuat baik, membantu sesama. Tidak penting apakah mereka yang datang sebenarnya punya uang atau tidak. Kami ikhlas menjalankan ini,” kata Didin.

Pejuang kemanusiaan

Entah apa yang membuat Didin, Komsatun, dan rekan-rekan lainnya itu begitu teguh menjalankan kegiatan amal itu selama 2,5 tahun terakhir.

Mereka tidak menikmati sepeser pun donasi yang masuk selain untuk menyediakan makanan di warung.

Mereka juga tidak memungut imbalan dari biaya dan tenaga yang mereka keluarkan selama mengelola warung makan gratis itu.

Misalnya, saat beberapa dari mereka harus mengambil donasi berupa bahan makanan di lokasi yang cukup jauh di pedesaan Kabupaten Blitar.


Selain Didin dan Komsatun, terdapat setidaknya tujuh lainnya yang selama ini terlibat aktif dalam menjalankan Warung Makan Gratis itu.

Mereka adalah Kristina Binawati, Eka Olivia, Srinurhayati, Wahyu, Bagus Santosa, Delfi Nesvi Satari, dan Suhermin.

Sama seperti saat mereka menggalang kegiatan penghijauan dalam rangka konservasi sejumlah titik sumber daya air tanah, dalam menjalankan Warung Makan Gratis itu dengan skema yang lebih formal.

Tidak jarang mereka mendapatkan tawaran dana dari donatur yang bersedia menjamin kelangsungan Warung Makan Gratis itu untuk waktu yang panjang, namun mereka tolak.

“Ada donatur yang mau bantu dalam jumlah besar, tapi syaratnya kami harus membuat yayasan. Tapi kami tidak ingin seperti itu, nanti malah membatasi ruang gerak kami. Biarkan kami membantu sesama seperti apa adanya ini,” ujar Didin.

Didin dan rekan-rekannya bukan warga berada. Didin adalah ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai penjahit pakaian. Komsatun juga ibu rumah tangga yang mencari nafkah dari berjualan gorengan.

Rekan-rekan lainnya juga bukan pejabat atau pun pengusaha besar. Di antara mereka ada yang berdagang di pasar, petani, dan profesi lain dengan pendapatan seadanya.

“Tapi sampai saat ini kami masih kompak, masih bersemangat untuk terus melanjutkan Warung Makan Gratis ini. Kami percaya kebaikan yang dijalankan dengan ikhlas akan selalu menemukan jalannya,” kata Komsatun.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/10/110028278/warung-makan-gratis-di-blitar-25-tahun-jadi-penyambung-hidup-kaum-papa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke