Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikayat Bambu Papring dan Upaya Menjaga Masa Depan Anak di Kampung Batara Banyuwangi

Kompas.com, 30 Agustus 2023, 17:45 WIB
Rachmawati,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

"Dari keresahan itu, lahirlah Kampung Batara. Paling tidak anak-anak bisa belajar dan berkembang di sini. Membuka mindset mereka bahkan sekolah itu penting," kata dia, Minggu.

Baca juga: Cegah Sampah Masuk Laut, Sungai di Banyuwangi Dipasangi Jaring Penghalang

"Ada orang tua yang bilang, 'enggak usah sekolah tinggi-tinggi. yang penting bisa membaca tulisan jalan dan tandatangan'. Saat mendengar itu sedih. Itu yang menjadi alasan utama saya membuka Kampung Batara ini," tambah lelaki lulusan SMA tersebut.

Awalnya ia hanya mengajarkan membaca, menulis serta mengitung. Namun kemudian berkembang ke permainan edukasi dengan memanfaatkan benda yang berada di sekitarnya, salah satunya bambu.

"Kadang-kadang menari, mewarnai, menggambar, dan bermain alat musik dari bambu. Kalau di sini namanya patrol. Mereka sendiri yang membuat saya hanya mengarahkan. Bahkan mereka pernah beberapa kali diundang tampil kalau ada cara sosial. Belum profesional sih tapi paling tidak mereka berani tampil dan percaya diri," ucapnya.

Ia juga mengatakan, Kampung Batara dibangun untuk melatih anak-anak agar semakin percaya diri dan bangga dengan kampungnya. Karena tak sedikit, anak-anak di desa malu menyebut daerah asalnya.

"Sekarang mereka bangga menyebut kampungnya dari Papring," kata Widie.

Baca juga: 5 Tempat Makan Seafood di Kabupaten Banyuwangi, Dekat Pantai

Pernyataan Widie diaminkan Fendi. Ia dan teman-temannya sekarang bangga saat menyebut kampungnya berasal dari Papring.

"Dulu enggak ada yang kenal dengan Paring. Sekarang walau di desa, kita bisa berkarya. Berkesenian dan membuat kerajinan bambu," kata Fendi.

Sementara itu Novita, istri Cak Widi bercerita bahwa ia hanya lulus SD karena tak ada biaya untuk melanjutkan sekolah.

Namun ia dan beberapa orangtua anak-anak di Kampung Batara melanjutkan pendidikan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nur Surya Education.

Program dari PKBM adalah yakni pembelajaran pendidikan program kesetaraan paket A (setara SD/MI), paket B (SMP/Mts), dan Paket C (SMA/MA).

"Akhirnya orangtua di sini juga makin percaya diri dan mampu untuk mengerjakan hal-hal baru. Membatik contohnya," kata perempuan kelahiran 1997 itu.

Baca juga: Rute ke Taman Gandrung Terakota dari Bandara Blimbingsari Banyuwangi

Tak hanya belajar membaca, menulis dan berhitung, di PKBM, mereka juga mendapatkan pelatihan lainnya seperti pelatihan menganyam, membuat batik dan mengolah kopi.

"Di sini, sudah puluhan tahun mayarakat memang sudah membuat besek. Tapi harganya murah dan dijual ke tengkulak. Terus difasilitasi pelatihan menganyam, jadi produk yang dihasilkan semakin beragam," kata dia.

Barang kerajinan bambu tersebut kemudian dikenalkan oleh Kampung Batara melalui relasi, serta relawan yang datang berkunjung ke Kampung Papring.

"Alhamdulilan pemesanan semakin banyak. Ada tabungan untuk anak-anak sekolah," kata Novita.

Sementara itu sang suami, Cak Wiwi menimpali pernyataan sang istri.

"Kita sudah membangun mindset pendidikan itu penting, tidak hanya ke anak tapi juga orangtua. Namun mereka harus juga merdeka secara ekonomi. Paling tidak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anaknya," kata dia.

"Jadi ya kita manfaatkan alam yang ada dengan membuat kerajinan dari bambu, dijual dan hasilnya kembali ke keluarga," tambah dia.

Baca juga: Taman Gandrung Terakota Banyuwangi: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Paket

Pada tahun 2017, lahirlah Kelompok Kriya Bambu Papring yang beranggotakan 22 pengrajin di wilayah Papring.

Dengan kelompok tersebut, maka keberadaan pengrajin bambu di Papring semakin diakui. Pesanan kerajinan bambu seperti tas juga terus mengalir.

"Apalagi sekarang kampanye tentang bahan ramah lingkungan dan non plastik cukup sering digaungkan. Jadi besek sudah digunakan sebagai kotak makan, atau tas bambu yang difungsikan sebagai kresek," kata dia.

Tak hanya kerajinan bambu, masyarakat juga belajar membuat batik dengan motif khas mereka yakni rumpun bambu.

Batik papring pun kini mulai dilirik oleh masyarakat luas. Terbukti, pemesanan batik papring juga mulai bertambah.

Hikayat Bambu Papring

Widie dan istrinya, Novita pendiri Kampung Batara Papring Banyuwangi saat wisuda program Kejar Paket B dan Paket CKoleksi Kampung Batara- Banyuwangi Widie dan istrinya, Novita pendiri Kampung Batara Papring Banyuwangi saat wisuda program Kejar Paket B dan Paket C
Cak Wiwi becerita, sebagai perajin bambu, warga di Papring mengambil bahan utama yakni bambu di tengah hutan yang jaraknya paling dekat sekitar 3 kilometer dari kampung mereka.

"Bambu kan masih dianggap rumput, jadi sebagian menganggapnya sebagai hama. Jadi diambil sebanyak-banyak pun enggak masalah. Bahkan ada yang bilang enggak akan habis sampai tujuh turunan," kata Cak Wiwi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau