"Dari keresahan itu, lahirlah Kampung Batara. Paling tidak anak-anak bisa belajar dan berkembang di sini. Membuka mindset mereka bahkan sekolah itu penting," kata dia, Minggu.
Baca juga: Cegah Sampah Masuk Laut, Sungai di Banyuwangi Dipasangi Jaring Penghalang
"Ada orang tua yang bilang, 'enggak usah sekolah tinggi-tinggi. yang penting bisa membaca tulisan jalan dan tandatangan'. Saat mendengar itu sedih. Itu yang menjadi alasan utama saya membuka Kampung Batara ini," tambah lelaki lulusan SMA tersebut.
Awalnya ia hanya mengajarkan membaca, menulis serta mengitung. Namun kemudian berkembang ke permainan edukasi dengan memanfaatkan benda yang berada di sekitarnya, salah satunya bambu.
"Kadang-kadang menari, mewarnai, menggambar, dan bermain alat musik dari bambu. Kalau di sini namanya patrol. Mereka sendiri yang membuat saya hanya mengarahkan. Bahkan mereka pernah beberapa kali diundang tampil kalau ada cara sosial. Belum profesional sih tapi paling tidak mereka berani tampil dan percaya diri," ucapnya.
Ia juga mengatakan, Kampung Batara dibangun untuk melatih anak-anak agar semakin percaya diri dan bangga dengan kampungnya. Karena tak sedikit, anak-anak di desa malu menyebut daerah asalnya.
"Sekarang mereka bangga menyebut kampungnya dari Papring," kata Widie.
Baca juga: 5 Tempat Makan Seafood di Kabupaten Banyuwangi, Dekat Pantai
Pernyataan Widie diaminkan Fendi. Ia dan teman-temannya sekarang bangga saat menyebut kampungnya berasal dari Papring.
"Dulu enggak ada yang kenal dengan Paring. Sekarang walau di desa, kita bisa berkarya. Berkesenian dan membuat kerajinan bambu," kata Fendi.
Sementara itu Novita, istri Cak Widi bercerita bahwa ia hanya lulus SD karena tak ada biaya untuk melanjutkan sekolah.
Namun ia dan beberapa orangtua anak-anak di Kampung Batara melanjutkan pendidikan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nur Surya Education.
Program dari PKBM adalah yakni pembelajaran pendidikan program kesetaraan paket A (setara SD/MI), paket B (SMP/Mts), dan Paket C (SMA/MA).
"Akhirnya orangtua di sini juga makin percaya diri dan mampu untuk mengerjakan hal-hal baru. Membatik contohnya," kata perempuan kelahiran 1997 itu.
Baca juga: Rute ke Taman Gandrung Terakota dari Bandara Blimbingsari Banyuwangi
Tak hanya belajar membaca, menulis dan berhitung, di PKBM, mereka juga mendapatkan pelatihan lainnya seperti pelatihan menganyam, membuat batik dan mengolah kopi.
"Di sini, sudah puluhan tahun mayarakat memang sudah membuat besek. Tapi harganya murah dan dijual ke tengkulak. Terus difasilitasi pelatihan menganyam, jadi produk yang dihasilkan semakin beragam," kata dia.
Barang kerajinan bambu tersebut kemudian dikenalkan oleh Kampung Batara melalui relasi, serta relawan yang datang berkunjung ke Kampung Papring.
"Alhamdulilan pemesanan semakin banyak. Ada tabungan untuk anak-anak sekolah," kata Novita.
Sementara itu sang suami, Cak Wiwi menimpali pernyataan sang istri.
"Kita sudah membangun mindset pendidikan itu penting, tidak hanya ke anak tapi juga orangtua. Namun mereka harus juga merdeka secara ekonomi. Paling tidak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anaknya," kata dia.
"Jadi ya kita manfaatkan alam yang ada dengan membuat kerajinan dari bambu, dijual dan hasilnya kembali ke keluarga," tambah dia.
Baca juga: Taman Gandrung Terakota Banyuwangi: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Paket
Pada tahun 2017, lahirlah Kelompok Kriya Bambu Papring yang beranggotakan 22 pengrajin di wilayah Papring.
Dengan kelompok tersebut, maka keberadaan pengrajin bambu di Papring semakin diakui. Pesanan kerajinan bambu seperti tas juga terus mengalir.
"Apalagi sekarang kampanye tentang bahan ramah lingkungan dan non plastik cukup sering digaungkan. Jadi besek sudah digunakan sebagai kotak makan, atau tas bambu yang difungsikan sebagai kresek," kata dia.
Tak hanya kerajinan bambu, masyarakat juga belajar membuat batik dengan motif khas mereka yakni rumpun bambu.
Batik papring pun kini mulai dilirik oleh masyarakat luas. Terbukti, pemesanan batik papring juga mulai bertambah.
"Bambu kan masih dianggap rumput, jadi sebagian menganggapnya sebagai hama. Jadi diambil sebanyak-banyak pun enggak masalah. Bahkan ada yang bilang enggak akan habis sampai tujuh turunan," kata Cak Wiwi.