PONOROGO, KOMPAS.com- Maya Mujayani (21) tak menyangka anak pertamanya lahir tanpa tempurung kepala dan mengalami kelainan bagian bibir.
Istri Tulus Heri Siswono (24), warga Dusun Tanggur, Desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tersebut baru mengetahui anak perempuan yang akan dilahirkan memiliki kelainan setelah dokter kandungan memeriksa kondisinya.
“Saya baru mengetahui anak saya akan lahir seperti itu setelah memeriksakan kandungan saya pada usia tujuh bulan. Saat pemeriksaan awal di bidan pada usia kandungan masih muda tidak ada apa-apa,” ujar Maya, Rabu (28/12/2022).
Baca juga: Jembatan Penghubung Trenggalek-Ponorogo Putus, Warga Buat Jembatan Darurat dari Batang Pohon
Usai mengetahui bayi yang dikandungnya bakal lahir tanpa tempurung kepala, kata Maya, dokter yang memeriksanya menyarankan agar bayi dilahirkan lebih awal pada usia tujuh bulan.
Kendati demikian, Maya lebih memilih untuk melahirkan bayi itu secara normal pada usia kandungan sembilan bulan.
Maya bersikeras tetap ingin melahirkan bayi pertamanya itu hingga sembilan bulan lantaran berharap kelak anaknya itu akan lahir normal.
Baca juga: Cari Pakan Ternak di Pohon Mangga, Petani Asal Ponorogo Tewas Tersengat Listrik
“Waktu itu dokter menyuruh saya agar dioperasi (saat kandungan usia tujuh bulan). Tetapi saya tidak mau. Saya tetap ingin menunggu usia kandungan sembilan bulan. Pikir saya nanti (bayi) bisa lahir normal,” ujar Maya.
Maya menuturkan bayi perempuan yang dikandungnya tersebut lahir dengan operasi sesar di RSU Muslimat Ponorogo, pada Rabu (7/9/2022). Saat ini bayinya telah berusia tiga bulan.
Sesuai prediksi dokter, bayi perempuan yang diberi nama Tiara Maleeha Robbani itu lahir dengan kondisi tanpa tempurung kepala dan bibir sumbing.
Baca juga: Telaga Ngebel di Ponorogo: Daya Tarik, Harga Tiket, Legenda, dan Rute
Setelah melahirkan, Maya tak langsung dapat melihat kondisi bayinya hingga beberapa waktu. Pasalnya, sang buah hati langsung dirujuk ke RSUD dr. Hardjono milik Pemkab Ponorogo.
Usai kondisi kesehatannya pulih, Maya pun langsung pulang ke rumahnya.
Ia pun belum diperbolehkan menengok kondisi bayinya yang dirawat intensif di RSUD dr. Hardjono-Ponorogo.
Beberapa hari kemudian, Maya berkonsultasi dengan dokter yang merawat bayinya. Hasilnya, bayi yang lahir dalam kondisi kelainan disarankan untuk dioperasi. Pasalnya, kemungkinan hidup bayi itu akan sangat minim bila tidak segera dilakukan operasi.
Baca juga: Terdampak Tanah Retak, 260 Warga di Ponorogo Masih Bertahan di Pengungsian
Mendapatkan saran itu, Maya memilih mengasuh bayinya di rumah. Apalagi operasinya harus dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta.
“Operasinya hanya bisa dilakukan di rumah sakit di Jakarta. Jadi saya putuskan diasuh di rumah saja,” tutur Maya.