Salin Artikel

Cerita Pilu Bayi di Ponorogo, Lahir Tanpa Tempurung Kepala

Istri Tulus Heri Siswono (24), warga Dusun Tanggur, Desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tersebut baru mengetahui anak perempuan yang akan dilahirkan memiliki kelainan setelah dokter kandungan memeriksa kondisinya.

“Saya baru mengetahui anak saya akan lahir seperti itu setelah memeriksakan kandungan saya pada usia tujuh bulan. Saat pemeriksaan awal di bidan pada usia kandungan masih muda tidak ada apa-apa,” ujar Maya, Rabu (28/12/2022).

Usai mengetahui bayi yang dikandungnya bakal lahir tanpa tempurung kepala, kata Maya, dokter yang memeriksanya menyarankan agar bayi dilahirkan lebih awal pada usia tujuh bulan.

Kendati demikian, Maya lebih memilih untuk melahirkan bayi itu secara normal pada usia kandungan sembilan bulan.

Maya bersikeras tetap ingin melahirkan bayi pertamanya itu hingga sembilan bulan lantaran berharap kelak anaknya itu akan lahir normal.

“Waktu itu dokter menyuruh saya agar dioperasi (saat kandungan usia tujuh bulan). Tetapi saya tidak mau. Saya tetap ingin menunggu usia kandungan sembilan bulan. Pikir saya nanti (bayi) bisa lahir normal,” ujar Maya.

Maya menuturkan bayi perempuan yang dikandungnya tersebut lahir dengan operasi sesar di RSU Muslimat Ponorogo, pada Rabu (7/9/2022). Saat ini bayinya telah berusia tiga bulan.

Sesuai prediksi dokter, bayi perempuan yang diberi nama Tiara Maleeha Robbani itu lahir dengan kondisi tanpa tempurung kepala dan bibir sumbing.

Setelah melahirkan, Maya tak langsung dapat melihat kondisi bayinya hingga beberapa waktu. Pasalnya, sang buah hati langsung dirujuk ke RSUD dr. Hardjono milik Pemkab Ponorogo.

Usai kondisi kesehatannya pulih, Maya pun langsung pulang ke rumahnya.

Ia pun belum diperbolehkan menengok kondisi bayinya yang dirawat intensif di RSUD dr. Hardjono-Ponorogo.

Beberapa hari kemudian, Maya berkonsultasi dengan dokter yang merawat bayinya. Hasilnya, bayi yang lahir dalam kondisi kelainan disarankan untuk dioperasi. Pasalnya, kemungkinan hidup bayi itu akan sangat minim bila tidak segera dilakukan operasi.

Mendapatkan saran itu, Maya memilih mengasuh bayinya di rumah. Apalagi operasinya harus dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta.

“Operasinya hanya bisa dilakukan di rumah sakit di Jakarta. Jadi saya putuskan diasuh di rumah saja,” tutur Maya.

Maya memilih mengasuh anaknya di rumah ketimbang membawanya ke Jakarta untuk operasi lantaran persoalan biaya.

Terlebih suaminya saat ini berpenghasilan pas-pasan sebagai karyawan warung bakso di Surabaya.

“Suami saya hanya karyawan warung bakso. Memang saya sudah punya Kartu Indonesia Sehat tetapi di Jakarta butuh biaya akomodasi dan makan juga,” jelas Maya.

Meski anaknya lahir dalam kondisi tanpa batok kepala dan bibir sumbing, Maya tak berputus asa. Sebagai seorang ibu, Maya tetap merawat anaknya pertamanya itu sampai sekarang.

Maya berusaha sekuat tenaga dan terus berdoa agar kelak anaknya tumbuh sehat dan normal seperti anak-anak lainnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/12/28/170730878/cerita-pilu-bayi-di-ponorogo-lahir-tanpa-tempurung-kepala

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke