MALANG, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang Kelas 1A menjatuhkan vonis hukuman 12 tahun penjara kepada Julianto Eka Putra yang terbukti telah melakukan pelecehan dan persetubuhan terhadap anak.
Julianto merupakan tokoh pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Jawa Timur.
Putusan itu disampaikan oleh Hakim Ketua, Harlina Rayes dalam sidang yang digelar pada Rabu (7/9/2022). Terdakwa mengikuti sidang secara daring dari Lapas Kelas I Malang.
Baca juga: Terdakwa Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Kota Batu Dituntut 15 Tahun Penjara
Ko Jul, sapaan akrab Julianto, juga dijatuhi denda senilai Rp 300.000.000 atau subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
Terdakwa juga dituntut denda restitusi kepada korban SDS senilai Rp 44.744.623.
Jika terdakwa tidak membayar uang restitusi paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan dengan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang.
Hal itu untuk membayar restitusi dan dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Baca juga: Kuasa Hukum Bantah Tuduhan Kekerasan Seksual di Sekolah SPI, Bawa Bukti Foto hingga Rekaman Video
Tak terima dengan vonis tersebut, Ko Jul bersama kuasa hukumnya melakukan upaya banding.
"Kami penasehat hukum tidak dapat menerima putusan ini, kami nyatakan banding," kata Ketua Kuasa Hukum Terdakwa, Hotma Sitompul.
Baca juga: Terdakwa Kekerasan Seksual SPI Terancam Dituntut Maksimal, Kajati: Tak Ada Pertimbangan Meringankan
Sedangkan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan sikap akan pikir-pikir terhadap putusan itu.
Namun pihaknya tidak kecewa atau menghormati terhadap putusan Majelis Hakim.
"Kami diberi waktu selama 7 hari, nanti kita pelajari dulu," kata salah satu JPU, Yogi Sudarsono.
Baca juga: Pembacaan Tuntutan Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Ditunda
Perlu diketahui, dalam persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 15 tahun.
Julianto dijerat Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Vonis yang lebih ringan dari tuntutan karena terdakwa dinilai berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat tindak pidana sebelumnya.
Majelis Hakim menilai, Julianto telah terbukti melecehkan dan menyetubuhi korbannya berinisial SDS yang merupakan siswi di Sekolah SPI sejak tahun 2009 lalu.
Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut berkali-kali. Korban sendiri baru melaporkan kejadian yang dialaminya kepada kepolisian pada tahun 2021 lalu.
Salah satu kuasa hukum lainnya, Philipus Sitepu mengatakan pihaknya menghormati keputusan Majelis Hakim.
Tetapi dia mengingatkan bahwa terdakwa masih memiliki hak untuk melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
"Dengan dinyatakannya banding putusan Pengadilan Negeri hari ini tidak memiliki kekuatan, sehingga langsung akan dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi untuk disidangkan," katanya.
Upaya banding dilakukan dengan alasan salah satunya karena Majelis Hakim dinilai telah mengesampingkan keterangan-keterangan dari 10 saksi. Padahal, menurutnya keterangan saksi semuanya telah di bawah sumpah di hadapan Majelis Hakim.
"Itu yang akan kami pertanyakan, sementara saksi dari pihak pelapor hanya dua atau tiga itu yang dipertimbangkan, 10 saksi yang kami pertimbangkan itu dikesampingkan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.