"Ini upacara pengabenan massal terbesar selama ini," terang Made.
Baca juga: 7 Upacara Adat di Bali, dari Ngaben hingga Galungan
Made mengatakan, ngaben massal ini seharusnya dilakukan pada 2020. Namun karena adanya pandemi Covid-19 baru bisa dilakukan pada tahun 2022 ini.
"Tertunda dua tahun. Sebenarnya jadwal dilakukan 5 tahun sekali. Tapi karena pandemi, jadi mundur," terang Made.
Panitia juga menyederhanakan prosesi Ngaben. Upacara dilakukan tanpa iring-iringan. Semua upakara atau persembahan dan perlengkapan upacara dilakukan di sebelah lokasi acara.
Nantinya, setelah pembakaran Sawa, prosesi dilanjutkan dengan nganyut atau menghanyutkan abu jenazah ke laut.
"Nganyut ini kita kembalikan kepada pihak keluarga. Terserah mau dilarung di mana," ujar Made.
Baca juga: Gempa M 3,7 Guncang Bali, Belum Ada Laporan Kerusakan
Diungkapkan Made, upacara ngaben ini merupakan bentuk penghormatan terakhir terhadap roh leluhur.
"Dalam keyakinan umat Hindu, ngaben merupakan sarana untuk meleburkan unsur-unsur panca mahabhuta yang masih melekat di tubuh jenazah," ujarnya.
Harapannya melalui ngaben ini, roh orang yang telah meninggal dunia dapat segera menuju alam satyaloka atau berreinkarnasi ke dalam siklus samsara.
"Hal ini ditentukan oleh apa yang dilakukan selama menjalani hidup di dunia," terangnya.
Baca juga: Melihat Tari Seblang Bakungan Banyuwangi, Ketika Roh Leluhur Rasuki Tubuh Sang Penari
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, Drs. Suminto menjelaskan, Ngaben massal sejatinya memperlihatkan sisi lain kehidupan umat Hindu.
Kompleksnya adalah kewajiban ‘melunasi utang’ kepada leluhur yang dimulai dari ngebet sawa, ngemandusin, mengarak bade, kremasi, hingga nganyut atau pelarungan ke laut.
"Tujuan upacara ngaben ini untuk mempercepat ragha sarira agar dapat kembali ke asalnya, yaitu panca maha buthadi alam ini dan bagi atma dapat cepat menuju alam pitra," terang Suminto.
Secara umum landasan filosofis ngaben merupakan panca sradha, yakni lima kerangka dasar Agama Hindu yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Samsara dan Moksa.
"Sedangkan secara khusus karena wujud cinta anak kepada para leluhur dan kepada orang tuanya," ucap Suminto.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.