MALANG, KOMPAS.com - Tiga tahun sudah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
Peristiwa memilukan yang merenggut 135 nyawa itu tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menyisakan duka panjang bagi Aremania, suporter Arema FC.
Hingga hari ini, perjuangan mereka untuk merawat ingatan, mencari keadilan, dan menjaga semangat Arema terus dilakukan dengan caranya masing-masing.
Salah satunya adalah Indra Lukmana Putra, seorang Aremania yang memilih jalur berbeda dalam memperjuangkan tragedi yaitu melalui tulisan.
Saat ini, sejumlah buku telah dikeluarkan baik karya sendiri atau bersama dengan penulis lain.
Baginya, untuk melakukan aksi turun ke jalan meneriakkan keadilan sudah selesai, kini ia menemukan kekuatan lain untuk melanjutkan perjuangan dan merawat ingatan dengan menulis.
Cara nyata untuk menyuarakan tragedi. Meski ada pro dan kontra, ia tak berhenti.
“Buku ini saya bagikan kepada mahasiswa dan ada dijual. Karena setiap orang memiliki kemampuan masing-masing. Saya juga buat jurnal internasional karena di tempat kerja saya menulis jurnal sebagai tinjauan ilmiah,” ujar pria yang biasa disapa Suhe ini, Selasa (1/10/2025).
Baca juga: Dari Ruang Kelas, Seorang Guru Ikut Hadirkan Bentuk Perjuangan Tragedi Kanjuruhan melalui Film
“Kalau kita teriak-teriak saja percuma. Sesuai kemampuan saja. Bisanya menulis ya menulis saja, meskipun katanya pro dan kontra, katanya tidak menghormati korban ya tidak apa-apa. Hatinyalah yang berbeda-beda,” imbuhnya.
Apalagi ia mempunyai pengalaman pahit di malam kelam itu usai laga Arema FC vs Persebaya yang berakhir dengan skor 2-3 itu yang masih jelas membekas di ingatan.
Saat itu ia berada di Tribun 4 Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang menyaksikan langsung kepanikan puluhan ribuan suporter.
“Saya waktu di rumah sakit itu hampir pingsan sampai nempel di dinding dimintai tolong mencari jenazahnya adiknya teman. Sampai saat ini saya mau muntah kalau ingat, karena memori itu tidak bisa hilang,” kenang Indra Lukmana Putra dengan suara berat.
Selain menulis, ia juga melelang beberapa jersey Arema yang dimiliki, lalu menyumbangkan hasilnya untuk sebagaian keluarga korban yang ia kenal.
Seperti diketahui, setelah tragedi kanjuruhan, Aremania terbelah soal sikap terhadap klub.
Ada yang memilih gantung syal sebagai bentuk protes, ada pula yang tetap mendukung tim.