Peristiwa memilukan yang merenggut 135 nyawa itu tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menyisakan duka panjang bagi Aremania, suporter Arema FC.
Hingga hari ini, perjuangan mereka untuk merawat ingatan, mencari keadilan, dan menjaga semangat Arema terus dilakukan dengan caranya masing-masing.
Salah satunya adalah Indra Lukmana Putra, seorang Aremania yang memilih jalur berbeda dalam memperjuangkan tragedi yaitu melalui tulisan.
Saat ini, sejumlah buku telah dikeluarkan baik karya sendiri atau bersama dengan penulis lain.
Baginya, untuk melakukan aksi turun ke jalan meneriakkan keadilan sudah selesai, kini ia menemukan kekuatan lain untuk melanjutkan perjuangan dan merawat ingatan dengan menulis.
Cara nyata untuk menyuarakan tragedi. Meski ada pro dan kontra, ia tak berhenti.
“Buku ini saya bagikan kepada mahasiswa dan ada dijual. Karena setiap orang memiliki kemampuan masing-masing. Saya juga buat jurnal internasional karena di tempat kerja saya menulis jurnal sebagai tinjauan ilmiah,” ujar pria yang biasa disapa Suhe ini, Selasa (1/10/2025).
“Kalau kita teriak-teriak saja percuma. Sesuai kemampuan saja. Bisanya menulis ya menulis saja, meskipun katanya pro dan kontra, katanya tidak menghormati korban ya tidak apa-apa. Hatinyalah yang berbeda-beda,” imbuhnya.
Apalagi ia mempunyai pengalaman pahit di malam kelam itu usai laga Arema FC vs Persebaya yang berakhir dengan skor 2-3 itu yang masih jelas membekas di ingatan.
Saat itu ia berada di Tribun 4 Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang menyaksikan langsung kepanikan puluhan ribuan suporter.
“Saya waktu di rumah sakit itu hampir pingsan sampai nempel di dinding dimintai tolong mencari jenazahnya adiknya teman. Sampai saat ini saya mau muntah kalau ingat, karena memori itu tidak bisa hilang,” kenang Indra Lukmana Putra dengan suara berat.
Selain menulis, ia juga melelang beberapa jersey Arema yang dimiliki, lalu menyumbangkan hasilnya untuk sebagaian keluarga korban yang ia kenal.
Antara Gantung Syal dan Tetap Bertahan
Seperti diketahui, setelah tragedi kanjuruhan, Aremania terbelah soal sikap terhadap klub.
Ada yang memilih gantung syal sebagai bentuk protes, ada pula yang tetap mendukung tim.
Tetapi ia tetap menghormati keputusan masing-masing suporter.
“Kalau saya sempat bingung karena sempat gantung syal. Tapi Arema harus tetap jalan, saya ingat-ingat pesannya Ovan Tobing, juga pernah terakhir wawancara dengan Lucky Acub Zainal, bahwa apapun yang terjadi harus mempertahankan Arema,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen di Politeknik Negeri Kota Malang.
“Kon oleh bener tapi nggak oleh bener dewe. Silakan dengan jalan masing-masing,” sambungnya.
Selain itu selama gantung syal ia mengaku juga sempat rehat untuk datang ke stadion dan memilih turun ke jalan mengikuti aksi bersama Aremania lain untuk menuntut keadilan atas tragedi paling mematikan kedua dalam sejarah sepak bola.
Kini, 3 tahun setelah tragedi, rasa kecewa masih ada. Menurutnya, jalur hukum yang ditempuh Aremania terbentur banyak hal.
“Tidak ada perubahan karena kita tidak dapat menuntut keadilan. Kita sempat membuat laporan sampai P3 tapi tidak bisa karena kita tidak punya yayasan dan manajemen tidak mendukung. Jadi sangat sulit akhirnya saya berpikir tetap berjuang sesuai kemampuan saja,” tuturnya.
Untuk itu merawat ingatan menjadi kunci agar tragedi kanjuruhan ini tidak dilupakan. Meski tragedi itu pahit, ia mencoba melihat sisi lain.
Ia menilai ada dampak positif bagi hubungan antarsuporter sepak bola di Indonesia. Namun ia juga mengingatkan bahwa masih kejadian dari kelompok suporter yang tidak belajar dari tragedi.
“Untuk sepak bola Indonesia ini menjadi damai. Saya punya video ketika ada yang pakai baju Persebaya di Malang juga tidak apa-apa, nggak ada yang ngamuk. Ya lebih dewasa," kata Indra Lukmana Putra.
"Yogyakarta dan Solo juga aman gara-gara Arema. Kita sama suporter Persib, The Jak dan Bonek juga berdamai. Itu artinya tidak ada yang berharga dari nyawa,” imbuhnya.
Sebagai Aremania yang sebelum tragedi setia away mendukung Arema berlaga mengarungi kompetisi, ia masih menyimpan harapan besar untuk klub kebanggaan Malang Raya ini.
“Ya, yang utama Arema satu meskipun sulit. Tapi bismillah, karena itu pekerjaan rumah kita. Kalau ngurus tragedi Kanjuruhan saja sulit, banyak yang dihadapi,” pungkas pria yang juga kolektor jersey sepak bola.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/02/080653478/berjuang-dengan-caranya-aremania-menulis-untuk-tragedi-kanjuruhan