Sekitar empat tahun mengontrak, pemilik rumah ingin rumah tersebut dibeli oleh yayasan. Yayasan pun berencana membeli rumah tersebut, namun hingga waktu yang ditentukan, uang belum juga terkumpul sementara penjual terus mendesak agar rumah segera dibeli.
Desakan membuat dilematis, ingin membeli namun uang belum terkumpul, namun apabila menggunakan bank akan menjadi berkali-kali lipat lebih mahal, sementara jika memutuskan tak beli, ia tak tahu harus membawa anak-anak asuhnya ke mana.
"Tapi niat baik selalu Allah mudahkan. Di hari itu saya mendapatkan telepon dari pemilik kos bahwa kos akan dihibahkan kepada yayasan untuk digunakan sebagai panti asuhan," ujar Reni.
Baca juga: Balita di Samarinda Diduga Jadi Korban Kekerasan di Panti Asuhan, Kaki Penuh Luka dan Kepala Benjol
Kegetiran mengenai nasib anak-anak asuhnya seketika hilang, Reni membawa mereka semua ke tempat tinggal baru tersebut. Dan dengan uang yang ada, beberapa renovasi dilakukan.
Mulai dari daun pintu yang keropos hingga tembok yang berjamur, diperbaiki agar anak-anak dapat tinggal dengan nyaman dan sehat.
"Dan beberapa bulan kami tinggal di sini pada 2023, bayi yang menjadi amanah pertama kami, akhirnya diambil oleh orangtuanya saat usia empat tahun dan kini telah kembali sebagai keluarga," tuturnya.
Baca juga: Pemimpin Panti Asuhan yang Cabuli 5 Anak di Deli Serdang Jadi Tersangka
Kini, total anak asuh di Panti Asuhan Mutiara Insan sebanyak 13 anak, terdiri dari tiga anak berusia SMA, satu anak usia SMP, dan sisanya SD, balita serta terkecil berusia 2,5 bulan.
Para anak asuh mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah dekat lokasi panti asuhan, dan sebagian besar mendapatkan potongan untuk pembayaran keperluan sekolahnya.
Reni mengakui bahwa saat masa pendaftaran sekolah adalah masa yang lebih "ngoyo" ketimbang masa-masa lainnya, dan panti asuhan harus lebih mengatur kembali ritme keuangan mereka.
Sementara itu, terkait prestasi, Reni tak menampik bahwa latar belakang anak-anak asuhnya sebagai keluarga broken home, kurang perhatian, dan miskin mempengaruhi kondisi belajar.
"Kemampuan belajar beda dari anak-anak pada umumnya, tidak ada yang menonjol tapi mereka punya bakat," ujarnya.
Reni mencontohkan, salah seorang anak asuhnya memiliki bakat untuk mengotak-atik sesuatu dan memecahkan teka-teki dan Reni cukup membebaskan sang anak bereksplorasi serta mengembangkan rasa ingin tahunya, yang berpengaruh juga pada kondisi mental sang anak.
Meski begitu, ia juga terus memotivasi anak-anak tidak hanya belajar hingga tingkat SMA, salah satunya ketika ada bakti sosial mahasiswa, ia meminta para mahasiswa untuk menyelipkan pesan pentingnya belajar..
Sehingga para anak yang awalnya hanya ingin lulus SMA dan segera bekerja agar mendapatkan uang untuk hidup, dapat terbuka pemikirannya.
"Pendidikan menjadi kunci mereka untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya serta keluarganya. Kami berharap kami bisa melihat anak-anak kami sukses di masa depan," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang