BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hari telah gelap saat Kompas.com mengunjungi Panti Asuhan Mutiara Insan yang berlokasi di Kelurahan Taman Baru, Kecamatan Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (27/7/2025).
Di sebuah rumah bekas kos-kosan yang telah diwakafkan ke panti asuhan tersebut, beberapa anak usia sekolah tampak tengah belajar bersama pengasuh mereka, Reni Suwarsih. Sementara anak-anak yang usia lebih kecil tengah asyik bermain.
Reni memangku seorang bayi berusia 2,5 bulan yang juga merupakan anak asuhnya di panti asuhan tersebut. Reni tampak tenang, senyumnya teduh dihiasi hijab panjang.
"Panti asuhan mulai didirikan pada tahun 2019, awalnya kita sewa di Dadapan, Kecamatan Kabat," kata Reni mengawali ceritanya.
Baca juga: Menembus Batas Nasib, Kisah Anak Panti Asuhan di Kupang Menjadi Sarjana dan Guru
Sebelum panti asuhan berdiri, Yayasan Asa Insan Karomah yang menaungi Reni berfokus pada pelayanan kepada anak yatim dan dhuafa yang masih tinggal dengan keluarga masing-masing.
Yayasan tersebut mendatangkan guru secara gratis di titik-titik wilayah yang banyak ditinggali keluarga anak yatim atau dhuafa sebagai sasaran penyaluran donasi mereka dari donatur.
"Di perjalanan, kami melihat langsung kondisi anak-anak. Ada yang sering melihat orangtua bertengkar hingga depresi," tuturnya.
Baca juga: Menyalakan Harapan di Tengah Keterbatasan Rumah Kecil Panti Asuhan di Samarinda
Hal itu memacu keinginan yang telah lama diniatkan, yaitu mendirikan panti asuhan yang diharapkan dapat menjadi tempat para anak-anak korban kekerasan untuk berlindung.
Dengan didirikannya panti asuhan, Reni berharap para anak korban kekerasan dapat dipenuhi gizinya, dicukupkan perhatiannya, hingga pendidikan yang lebih tertata.
Niat telah bulat, namun Reni masih dihantui rasa ragu untuk memutuskan sesuatu hal yang besar. Hingga akhirnya, ia mendapatkan keyakinan dari datangnya seorang bayi pertama dari pasangan muda.
Seorang bayi yang saat itu kehadirannya dianggap sebagai sebuah kesalahan, bagi Reni adalah sebuah amanah yang harus dijalankannya.
"Awal kami mengontrak di Dadapan, Kecamatan Kabat, di sebuah rumah tipe 21," tutur sarjana komunikasi Universitas Terbuka Jember tersebut.
Namun, semua yang dihadapi tak semudah yang dibayangkan. Segala perizinan harus dilengkapi, hingga permasalahan tempat tinggal yang juga tak kalah rumit.