Irfan mengaku saat ini sedang mempelajari keris zaman Kerajaan Wengker, sebuah kerajaan awal sebelum terbentuknya Ponoorgo yang berdiri pada 896 masehi hingga 1037 dipimpin Raja Ketut Wijaya.
Kerajaan Wengker merupakan cikal bakal Ponorogo yang mewarnai adat istiadat, budaya, dan membentuk karakter Ponorogo.
“Kerisnya juga memiliki kekhasan sendiri karena rancang bangunnya berbeda dengan keris pada zaman itu. Biasanya bilah keris dari wilayah Jawa Tengah itu lebih kecil tapi keris khas Ponorogo itu lebih besar."
"Kita langsung tahu ketika keris itu dijajar dengan keris lain karena bentuknya lurus dan ukurannya besar. Kita menyebutnya wengker sesuai era kerajaannya,” ungkap Irfan.
Dari bilah keris Irfan mengaku mendapatkan sejarah perjalanan dari sejumlah wilayah kabupaten di Ponorogo yang sempat mbalelo pascaperang Diponegoro tahun 1830-an.
Baca juga: Kiper Timnas Emil Audero Sapa Warga Lombok, Terima Keris Ikonik Khas Lombok
Kala itu pemerintah Belanda akan memperkecil pengaruh mereka seperti Kadipaten Ponorogo Kuto Wetan, Kadipaten Pedanten, Kadipaten Polorejo Kuto dan Kadipaten Sumoroto Lor.
Namun adipati Sumoroto Lor memilih membangkang dan mengancam, para jawara warok akan melawan jika kehendak pemerintahan Belanda tetap dipaksakan.
“Ponorogo terkenal dengan warok yang memiliki ilmu beladiri. Ketika mereka menolak keinginan pemerintaha Belanda mempersatukan mereka, itu sebuah simbol kekuatan perlawanan terhadap kehadiran penjajah,” urainya.
Cerita bilah keris wengker juga mengisahkan bagaimana awal penetapan pusat kekuasaan Kabupaten Ponorogo di kawasan yang dijadikan pusat pemerintahan saat ini.
Penyatuan pusat kekuasaan dari 4 kadipaten dilaksanakan pada tahun 1837 Bulan Suro dalam penanggalan Jawa.
Penyatuan pusat pemerintahan dilakukan salah satunya adalah tidak adanya penerus penguasa di Ponorogo Kuto Wetan.
“Prosesi boyongan kota lama ke kota baru ditandai dengan grebeg Suro yang terus diperingati sampai saat ini."
"Pusat pemerintahan baru Ponorogo atau Adipati Kuto Tengah pada waktu itu dipimpin oleh Kanjeng Raden Mas Adipati Merto Hadi Negoro, dulunya bernama Raden Mas Baroto yang asalnya dari daerah Caruban Kuncen Madiun,” ujar Irfan.
Pusaka keris, menurut Irfan, tidak pernah lepas dari proses penting sebuah kekuasaan pada zaman dahulu.
Baca juga: 19 April Bakal Dicanangkan Sebagai Hari Keris Nasional
Baik saat pergolakan perang maupun perubahan tampuk pimpinan wilayah kerajaan karena selain sebagai senjata pertahanan diri juga sebagai simbol kekuasaan yang dibuat empu dengan menyesuaikan karakter sang pemilik.
Bahkan proses pembuatan keris bisa memakan waktu tahunan untuk menghasilkan keris yang memiliki yoni yang kuat menggambarkan sang pemilik.
“Setiap Gerebeg Suro pasti diikuti dengan prosesi kirab Bedol Pusoko yang digelar menyambut malam 1 Suro. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur sebagai simbol sejarah berdirinya Kabupaten Ponorogo,” ucapnya.
Irfan mengaku akan terus menggali cerita di balik sebilah keris dan akan membagikan cerita tersebut kepada generasi muda karena mereka bisa menggali asal usul nenek moyang melalui keris.
"Masih banyak cerita yang harus digali. Kalau bukan kita siapa lagi,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang