PONOROGO, KOMPAS.com – Bau harum hio yang terbakar memenuhi Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur ketika tangan cekatan Muhammad Irfan (25) merapikan dan menggantikan batang hio yang mulai habis terbakar.
Bau harum tersebut menambah mistis suasana pendopo yang dipenuhi lebih dari 150 koleksi keris, tumbak, mothik serta sejumlah pusaka dalam kegiatan Pagelaran Pusaka dalam rangka Grebeg Suro 2025.
Sesekali matanya mengamati sejumlah bilah keris yang menjadi perhatian sejumlah pengunjung.
Sesekali dia juga menjawab pertanyaan pengunjung yang ingin tahu deskripsi keris yang dipamerkan.
“Sudah beberapa tahun ini suka keris karena bapak saya juga kebetulan punya koleksi dan suka keris sehingga saya ikut mulai menyukai budaya perkerisan,” ujarnya di Pendopo Agung, Kamis (26/6/2026).
Baca juga: Sambut 1 Suro, Keris-keris Pusaka Dijamas di Purworejo dalam Prosesi Sakral
Irfan mengaku ketertarikan terhadap budaya keris karena ada teknologi dalam pembuatannya serta sejarah dalam setiap bilah keris yang bisa dia telusuri.
Untuk memperdalam minatnya dalam perkerisan dia bergabung dengan Paguyuban Tosan Aji Sekar Joyo Aji.
“Biasanya ada pertemuan di mana setiap pertemuan kita membawa keris masing masing. Di situ kami membahas bahan pembuatan keris itu dari apa, dibuat era kerajaan apa, siapa pembuatnya."
"Ternyata setiap bilah keris ini ada cerita sehingga ini harus dilestarikan,” imbuhnya.
Meski keris identik dengan hal mistis di mana setiap pagelaran keris tidak lepas dari bunga dan hio, Irfan mengaku itu merupakan bagian dari budaya nenek moyang yang menurutnya harus dihormati.
Dia mengkau lebih tertarik menggali cerita dari setiap bilah keris yang dia temui.
“Selain ada makna yang dalam dari setiap luk keris, kita jadi tahu keris ini dibuat era Kerajaan Singosari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, Kerajaan Pajang, Kerajaan Singosari, Kerajaan Singopaten, atau Kerajaan Sultan Agung hingga era PB. Ada perbedaan budaya disetiap kerajaan yang terbaca dari sebilah keris,” terangnya.
Irfan juga mengaku sangat tertarik dengan bagaimana nenek moyang dulu mendeteksi dan mencari bahan besi, nikel dan batu meteor yang akan dijadikan sebilah keris karena belum ada teknologi yang mempermudah melacak keberadaan material tersebut.
Baca juga: Tradisi Jamasan Keris di Salatiga: Menyambut 1 Suro dengan Warisan Leluhur
“Belum lagi teknologi penempaan untuk pencampuran bahan material, berapa ratus kali dilipat, rancang bangun keris yang harus disesuaikan dengan pemesannya. Ini sangat menarik.
"Empu juga memiliki kebiasaan ritual yang sangat mempengaruhi hasil akhir dari terbentuknya sebilah keris yang menghasilkan yoni yang bisa kita lihat dan rasakan. Setiap bilah keris itu akhirnya bisa memiliki cerita dari masa lalu,” ucapnya.
Irfan mengaku saat ini sedang mempelajari keris zaman Kerajaan Wengker, sebuah kerajaan awal sebelum terbentuknya Ponoorgo yang berdiri pada 896 masehi hingga 1037 dipimpin Raja Ketut Wijaya.
Kerajaan Wengker merupakan cikal bakal Ponorogo yang mewarnai adat istiadat, budaya, dan membentuk karakter Ponorogo.
“Kerisnya juga memiliki kekhasan sendiri karena rancang bangunnya berbeda dengan keris pada zaman itu. Biasanya bilah keris dari wilayah Jawa Tengah itu lebih kecil tapi keris khas Ponorogo itu lebih besar."
"Kita langsung tahu ketika keris itu dijajar dengan keris lain karena bentuknya lurus dan ukurannya besar. Kita menyebutnya wengker sesuai era kerajaannya,” ungkap Irfan.
Dari bilah keris Irfan mengaku mendapatkan sejarah perjalanan dari sejumlah wilayah kabupaten di Ponorogo yang sempat mbalelo pascaperang Diponegoro tahun 1830-an.
Baca juga: Kiper Timnas Emil Audero Sapa Warga Lombok, Terima Keris Ikonik Khas Lombok
Kala itu pemerintah Belanda akan memperkecil pengaruh mereka seperti Kadipaten Ponorogo Kuto Wetan, Kadipaten Pedanten, Kadipaten Polorejo Kuto dan Kadipaten Sumoroto Lor.
Namun adipati Sumoroto Lor memilih membangkang dan mengancam, para jawara warok akan melawan jika kehendak pemerintahan Belanda tetap dipaksakan.
“Ponorogo terkenal dengan warok yang memiliki ilmu beladiri. Ketika mereka menolak keinginan pemerintaha Belanda mempersatukan mereka, itu sebuah simbol kekuatan perlawanan terhadap kehadiran penjajah,” urainya.
Cerita bilah keris wengker juga mengisahkan bagaimana awal penetapan pusat kekuasaan Kabupaten Ponorogo di kawasan yang dijadikan pusat pemerintahan saat ini.
Penyatuan pusat kekuasaan dari 4 kadipaten dilaksanakan pada tahun 1837 Bulan Suro dalam penanggalan Jawa.
Penyatuan pusat pemerintahan dilakukan salah satunya adalah tidak adanya penerus penguasa di Ponorogo Kuto Wetan.
“Prosesi boyongan kota lama ke kota baru ditandai dengan grebeg Suro yang terus diperingati sampai saat ini."
"Pusat pemerintahan baru Ponorogo atau Adipati Kuto Tengah pada waktu itu dipimpin oleh Kanjeng Raden Mas Adipati Merto Hadi Negoro, dulunya bernama Raden Mas Baroto yang asalnya dari daerah Caruban Kuncen Madiun,” ujar Irfan.
Pusaka keris, menurut Irfan, tidak pernah lepas dari proses penting sebuah kekuasaan pada zaman dahulu.
Baca juga: 19 April Bakal Dicanangkan Sebagai Hari Keris Nasional
Baik saat pergolakan perang maupun perubahan tampuk pimpinan wilayah kerajaan karena selain sebagai senjata pertahanan diri juga sebagai simbol kekuasaan yang dibuat empu dengan menyesuaikan karakter sang pemilik.
Bahkan proses pembuatan keris bisa memakan waktu tahunan untuk menghasilkan keris yang memiliki yoni yang kuat menggambarkan sang pemilik.
“Setiap Gerebeg Suro pasti diikuti dengan prosesi kirab Bedol Pusoko yang digelar menyambut malam 1 Suro. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur sebagai simbol sejarah berdirinya Kabupaten Ponorogo,” ucapnya.
Irfan mengaku akan terus menggali cerita di balik sebilah keris dan akan membagikan cerita tersebut kepada generasi muda karena mereka bisa menggali asal usul nenek moyang melalui keris.
"Masih banyak cerita yang harus digali. Kalau bukan kita siapa lagi,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang