Ia menilai, kebijakan ini seharusnya diiringi dengan penguatan kualitas tenaga pendidik dan penyederhanaan beban administratif bagi guru.
“Menurut saya, bukan saja biayanya yang digratiskan, tapi mutu dari kualitas pendidikannya itu juga harus dijamin. Jangan lagi merepotkan guru untuk mengurus administrasi-administrasi sekolah yang berdampak pada jam kegiatan belajar mengajar di kelas,” sambungnya.
Sehingga, guru justru semakin jarang hadir sebagai sosok yang bisa diajak diskusi oleh murid karena terlalu sering terlibat dalam sertifikasi, pelatihan, dan berbagai kegiatan formal lainnya.
“Banyak guru yang harus mengikuti sertifikasi A, B, C atau pelatihan ABC. Hingga murid-murid itu jadi kehilangan sosok yang bisa diajak diskusi, padahal pentingnya kan di situ,” kata Windy.
Baca juga: Ada Program Seragam Sekolah Gratis di Kota Serang Mulai 2026
“Buat apa pendidikan gratis kalau kualitasnya jadi murahan?” sambungnya.
Sementara itu, pandangan senada juga disampaikan Syafaruddin, seorang ayah dari dua anak di Surabaya.
Saat ini, satu anaknya duduk di bangku SD negeri dan satunya lagi di TK swasta.
Ia menyambut baik putusan MK tersebut dan berharap kebijakan ini dapat diterapkan secara adil dan tetap selektif.
“Secara umum, keputusan MK ini bagus karena memang pendidikan itu penting dan seharusnya pemerintah menanggung pendidikan dasar,” katanya.
Di mana sekolah swasta dengan kurikulum khusus yang memang masih dibolehkan menarik iuran seharusnya tidak diperlakukan sama dengan sekolah swasta yang membutuhkan subsidi.
“Sekarang tinggal bagaimana pemerintah menjalankannya. Semoga tidak ada diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta, sehingga kualitas anak-anak Indonesia bisa semakin meningkat,” ujar Syafaruddin.
Seperti diketahui, Putusan MK menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya wajib belajar tanpa memungut biaya, baik di sekolah yang dikelola pemerintah maupun masyarakat.
Hal ini merupakan hasil dari sebagian gugatan yang dikabulkan MK terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang