Salin Artikel

Putusan MK soal Sekolah Gratis Disambut Hangat Warga Surabaya: Harusnya dari Dulu

SURABAYA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menggratiskan pendidikan dasar di sekolah negeri maupun swasta terpilih disambut hangat oleh banyak kalangan.

Salah satunya datang dari Windy Goestiana, seorang ibu rumah tangga yang juga karyawan swasta di Surabaya.

Baginya, keputusan ini bukan sekadar kabar baik, tetapi cermin dari keadilan sosial yang sudah seharusnya diwujudkan sejak lama.

“Sudah seharusnya dari dulu menggratiskan biaya pendidikan dasar, baik SD maupun SMP, di negeri dan swasta terpilih,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (28/5/2025) pagi.

Menurutnya, tidak semua sekolah swasta layak menerima subsidi penuh dari pemerintah.

Sebab, sekolah swasta yang memiliki kemampuan finansial melalui iuran orangtua sebaiknya tetap dikelola secara mandiri.

Untuk itu, anggaran negara sebaiknya diprioritaskan untuk sekolah-sekolah yang memang membutuhkan perhatian khusus, baik itu sekolah negeri maupun swasta yang siswa-siswinya berasal dari keluarga tidak mampu.

"Banyak siswa berasal dari keluarga dengan penghasilan harian hanya sekitar Rp 15.000 – Rp 20.000, dengan orangtua bekerja sebagai kuli panggul, penarik becak, dan pekerjaan informal lainnya," ujar Windy Goestiana.

Selain itu, daya tampung sekolah negeri yang terbatas juga menjadi alasan mengapa sekolah swasta terpilih perlu mendapatkan dukungan yang sama.

Ia melihat program ini sebagai langkah untuk mendobrak batas-batas kesenjangan pendidikan, agar semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang mendukung.

Namun, ia juga menyoroti pentingnya menjaga mutu pendidikan meski sekolah digratiskan.

Ia menilai, kebijakan ini seharusnya diiringi dengan penguatan kualitas tenaga pendidik dan penyederhanaan beban administratif bagi guru.

“Menurut saya, bukan saja biayanya yang digratiskan, tapi mutu dari kualitas pendidikannya itu juga harus dijamin. Jangan lagi merepotkan guru untuk mengurus administrasi-administrasi sekolah yang berdampak pada jam kegiatan belajar mengajar di kelas,” sambungnya.

Sehingga, guru justru semakin jarang hadir sebagai sosok yang bisa diajak diskusi oleh murid karena terlalu sering terlibat dalam sertifikasi, pelatihan, dan berbagai kegiatan formal lainnya.

“Banyak guru yang harus mengikuti sertifikasi A, B, C atau pelatihan ABC. Hingga murid-murid itu jadi kehilangan sosok yang bisa diajak diskusi, padahal pentingnya kan di situ,” kata Windy.

“Buat apa pendidikan gratis kalau kualitasnya jadi murahan?” sambungnya.

Sementara itu, pandangan senada juga disampaikan Syafaruddin, seorang ayah dari dua anak di Surabaya.

Saat ini, satu anaknya duduk di bangku SD negeri dan satunya lagi di TK swasta.

Ia menyambut baik putusan MK tersebut dan berharap kebijakan ini dapat diterapkan secara adil dan tetap selektif.

“Secara umum, keputusan MK ini bagus karena memang pendidikan itu penting dan seharusnya pemerintah menanggung pendidikan dasar,” katanya.

Di mana sekolah swasta dengan kurikulum khusus yang memang masih dibolehkan menarik iuran seharusnya tidak diperlakukan sama dengan sekolah swasta yang membutuhkan subsidi.

“Sekarang tinggal bagaimana pemerintah menjalankannya. Semoga tidak ada diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta, sehingga kualitas anak-anak Indonesia bisa semakin meningkat,” ujar Syafaruddin.

Seperti diketahui, Putusan MK menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya wajib belajar tanpa memungut biaya, baik di sekolah yang dikelola pemerintah maupun masyarakat.

Hal ini merupakan hasil dari sebagian gugatan yang dikabulkan MK terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/28/125334978/putusan-mk-soal-sekolah-gratis-disambut-hangat-warga-surabaya-harusnya-dari

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com