Selain itu, dia juga tidak pernah merasa dikucilkan oleh teman-teman maupun tetangga sekitarnya.
Dirinya tetap bisa menjalankan hari-harinya bersekolah, bermain, bimbel layaknya anak normal seusianya.
Sudah menjadi jadwal rutin setiap satu sampai dua kali dalam sebulan, orang tua Delyma harus datang ke sekolah karena mendapatkan telepon dari gurunya ketika dia pingsan.
“Teman-teman sekolah saya malah bilangnya ‘ya emang kenapa kalau kamu sakit?’, jadi mereka justru mendukung,” ungkapnya.
Bahkan, dirinya pernah kambuh saat sedang bermain sepeda di sekitar kampung. Namun, para tetangganya justru berusaha menolong dan hanya menganggap Delyma pingsan karena terjatuh dari sepeda.
Baca juga: Menjalin Hubungan dengan Penderita Epilepsi, Ini yang Harus Kamu Ketahui
“Mungkin juga karena biasanya saya kambuh itu malam sebelum tidur, itu pun jarang sebulan paling banyak hanya dua kali. Jadi kebanyakan orang juga enggak tahu bagaimana saya kambuh,” ujarnya.
Upayanya untuk mengontrol kejangnya adalah dengan menerapkan 5K, alias tidak boleh kedinginan, kelelahan, kehausan, kelaparan, dan kepikiran (stres).
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ia masih merasakan tanda-tanda seperti hendak kejang, salah satunya perasaan tidak enak yang menjadi “alarm” bahwa ia akan kejang.
Biasanya, Delyma selalu langsung menghentikan segala kegiatan dan beristirahat saat tanda-tanda yang dia sebut dengan “aura” itu muncul.
“Tapi pada saat kuliah, saya pernah kambuh lagi. Waktu itu saya dibonceng saudara saya naik motor selepas pulang dari JMP (Jembatan Merah Plaza) karena perubahan suhu di dalam mal yang dingin, sedangkan suhu di luar panas banget."
"Lalu, saya merasakan ‘aura’ itu tadi, akhirnya saya minta minggir, terus ada tukang becak yang juga nolongin,” ujarnya.
“Tapi saat itu untungnya enggak sampai jatuh, jadi begitu minggir saya langsung pegangan tiang. Beberapa menit setelah itu sadar lagi,” lanjut Delyma.
Baca juga: Idap Epilepsi, Arvin Dijauhi Teman, Dianggap Bawa Penyakit Menular
Menurutnya, penting untuk bersikap terbuka tidak hanya kepada keluarga tetapi juga terhadap teman-teman dan tetangga atau masyarakat sekitar.
Memang hal tersebut tidaklah bagi para penyintas. Namun, orang-orang disekitarnya dapat membantu apabila kejangnya kambuh.
“Daripada disembunyikan, kemudian suatu hari kita kambuh di tempat umum dilihat tetangga atau orang lain malah semakin malu. Lebih baik bilang diawal,” ucapnya.