Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Idap Epilepsi, Arvin Dijauhi Teman, Dianggap Bawa Penyakit Menular

Kompas.com, 15 Maret 2025, 10:00 WIB
Andhi Dwi Setiawan,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Sakit kepala luar biasa menyerang bocah 11 tahun yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional tingkat sekolah dasar di sebuah SD di Surabaya, sekitar tahun 2006.

"Rasanya cenat-cenut di kepala, saya pikir kecapean karena habis Unas, tapi ternyata ya itu puncaknya," kenang Arvin Widiawan yang kini sudah berusia 30 tahun, kepada Kompas.com, Jumat (14/3/2025).

Warga Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya ini sedang menceritakan, bagaimana dia pertama kali mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit epilepsi.

Baca juga: Cerita Hamka, Belasan Tahun Berusaha Berdamai dengan Epilepsi

Epilepsi adalah gangguan saraf yang ditandai dengan kejang berulang yang tidak terduga. Kejang ini bisa terjadi pada seluruh atau sebagian tubuh, dan bisa disertai penurunan kesadaran.

"Awal epilepsi, habis Unas masih tegang, saya pikir buat main game harapannya biar lebih rileks. Tapi ternyata otak saya tambah tegang," kata Arvin lagi.

"Sebelum itu, enggak pernah merasakan (epilepsi) jadi orangtua kaget juga," sambung dia.

Menyadari kondisi itu, orangtua Arvin lantas mengantarnya untuk memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit untuk mencari kepastian. Ketika itu, dia diminta untuk mengonsumsi berbagai jenis obat secara rutin.

Baca juga: Menghapus Stigma, Membangun Kemandirian untuk Penderita Epilepsi

"Ya harus terus minum obat, mengetahui jam berapa (minumnya) lalu obat yang mana, ada empat sampai lima jenis obat, dokter yang ngatur dosisnya. Harus hati-hati, jangan kecapean," ungkap dia.

Arvin mengungkapkan, sakitnya tersebut akan kambuh ketika dia menjalani aktivitas otak yang terlalu berat. Tak heran, dia kerap mengalami epilepsi di tengah pelajaran di sekolah.

Dijauhi teman

"Mayoritas teman terdekat jadi agak menjauh, baru kelihatan mana teman yang tulus itu di saat saya kambuh. Hanya beberapa yang mau mendampingi dan menolong saya," ucap dia.

Arvin pun sejak saat itu harus menjalani masa sulit dalam rentang waktu yang panjang, yakni sejak duduk di bangku SMP sampai berkuliah.

Bahkan, dia pernah dianggap menyebarkan penyakit sampai kesurupan. "Orang-orang enggak mau mendekat alasannya takut ketularan," kata dia. 

Baca juga: Jalan Berliku Tri Handayani Sembuhkan Epilepsi Sang Putri

"Ada yang bilang penyakit kutukan, sama kesurupan. Tiga tuduhan ini yang paling sering saya terima," ucap dia.

Arvin merasa, hingga kini pun masyarakat masih kurang peduli dengan para penderita epilepsi yang ada di sekitar.

Padahal, menurut dia, para penderita epilepsi sangat membutuhkan bantuan ketika penyakitnya kambuh.

Halaman:


Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau