MALANG, KOMPAS.com - Dalam tradisi Lebaran, hampers biasanya identik dengan kue kering.
Namun, Melissa Juliani, pemilik Dkueh Malang, memilih menghadirkan hampers yang berbeda dengan menyajikan kue basah, seperti soes dan brownies, yang dikemas secara menarik.
"Kalau kue kering sudah banyak, saya pilih kue basah seperti soes karena bisa dimodifikasi dan dikreasikan dengan banyak hal," ujar Melissa, 39 tahun, saat diwawancarai Kompas.com pada Selasa (18/3/2025) siang.
Melissa memulai bisnis kue soes ini sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Setiap Ramadhan, permintaan hampersnya meningkat.
Kue Soes dengan variasi warna dan rasa hasil karya Dkueh Malang menjadi salah satu pilihan hampers Lebaran 2025.Menjelang Lebaran, ia terpaksa membatasi produksi menjadi 10-15 paket per hari karena keterbatasan tenaga kerja.
"Kalau lebih dari itu, saya alihkan ke hari lain. Selama Ramadhan, minimal ada lima pesanan setiap hari," tambahnya.
Tahun ini, Melissa menambahkan brownies ke dalam pilihan hampersnya sebagai alternatif bagi pelanggan yang mencari kue lebih tahan lama.
"Dari tahun ke tahun, saya melihat ada kendala dalam pengiriman soes. Kalau soes biasa diisi di dalam, saya justru hias di atas, jadi lebih tricky saat dikirim. Brownies lebih aman karena tidak akan meleleh," jelasnya.
Harga hampers yang ditawarkan bervariasi, mulai dari Rp 45.000 hingga Rp 235.000 untuk paket eksklusif yang berisi burger, brownies, dan soes.
Baca juga: Cara Membuat Kartu Ucapan Idul Fitri 2025 Unik dan Mudah, Cocok untuk Hampers Lebaran
Semua hampers didesain dengan tema Lebaran, termasuk warna hiasan dan pita yang digunakan.
Salah satu kreasi unik Melissa adalah soes dengan isian es teler cream yang harus disimpan di kulkas sebelum dikonsumsi.
"Saat dimakan dingin, rasanya seperti es krim. Tahun ini saya juga buat varian rasa es teler, di mana fla-nya menggunakan campuran buah-buahan, bukan cream saja," tambahnya.
Meskipun bisnisnya berkembang, Ramadhan tahun ini membawa tantangan tersendiri, terutama terkait dengan efisiensi yang berdampak pada kenaikan harga bahan baku.
"Cokelat naiknya gila-gilaan. Kalau saya mengganti mentega dengan margarin, rasanya akan berbeda. Saya lebih memilih mengurangi keuntungan daripada menurunkan kualitas. Tapi ke depan mungkin ada penyesuaian harga," ungkap Melissa.