JEMBER, KOMPAS.com – Rudianto, pekerja honorer di Satpol PP Kabupaten Jember, Jawa Timur, terdampak UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Kini, nasibnya pun tidak jelas.
Dalam UU tersebut, honorer sudah tidak ada lagi dan tidak bisa dipekerjakan kembali oleh pemerintah.
Hal itu diatur dalam Pasal 66 yang menjelaskan bahwa pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024.
Baca juga: Geruduk Kantor DPRD, Para Pegawai Non-ASN di Jember Belum Gajian
Sejak UU ini mulai berlaku, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN.
Rudianto bersama ratusan honorer mendatangi kantor DPRD Jember untuk meminta bantuan atas kondisi yang dialaminya pada Senin (10/2/2025).
Sebab, selain belum bisa menerima gaji karena tidak ada aturan, status sebagai PPPK paruh waktu juga belum jelas.
“PPPK paruh waktu ini, ada bahasa masih dipertimbangkan, dan itu diajukan bupati dan dipertimbangkan,” ucap dia.
Baca juga: Tiket KA Lebaran di Daop 9 Jember Sudah Bisa Dipesan, Layani 24 Perjalanan
Jika tidak diajukan oleh bupati, bahkan juga tidak dipertimbangkan, maka pekerjaan PPPK paruh waktu itu tidak bisa didapatkan.
Menurut dia, para honorer yang masuk PPPK paruh waktu itu sudah bekerja selama belasan tahun.
“Ini tidak ada kejelasan regulasinya. Kalau ketemu Menpan, membuat UU harus jelas. Ini seakan-akan kita menjadi korban UU itu sendiri,” papar dia.
“Jangankan pengangkatan (status) kita, gaji saja tidak jelas, seharusnya ada peraturan atau kebijaksanaan,” ucap dia.
Dia menyesalkan UU tersebut. Meskipun sudah bekerja, dia tidak bisa segera menerima gaji karena terganjal oleh regulasi.
“Ini masalah perut, masalah keluarga, anak istri kita. Kita bekerja meninggalkan anak istri,” jelas dia.
Ia menilai, pekerjaan sebagai Satpol PP cukup berat, harus bersinggungan dengan masyarakat setiap harinya.
Deny Hermawan, honorer dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, mengaku mengalami hal yang sama. Ia sudah bekerja sejak tahun 2016.