Dari arah Kecamatan Arjasa, hanya ada pengaspalan sepanjang dua kilometer.
Sementara dari Desa Buddi menuju Kecamatan Arjasa, hanya ada pengaspalan sejauh satu kilometer dan rapat beton sepanjang satu kilometer.
"Jadi, sekitar empat belas kilometer masih belum tersentuh pembangunan apapun," katanya.
Akibatnya, mobilitas ekonomi dan pelayanan kesehatan dari kecamatan menuju desa atau sebaliknya menjadi terkendala. Sebab, satu-satunya jalan poros kabupaten yang ada tidak bisa dilalui oleh kendaraan.
Mayoritas para guru yang mengajar di SDN Buddi, terutama mereka yang dari luar desa setempat, memilih menginap di sekitar sekolah. Di antara mereka ada yang ngekos di rumah warga yang jaraknya tidak jauh dari sekolah.
Ada pula yang istirahat atau bermalam di kantor sekolah dan pulang setiap akhir pekan.
Camat Arjasa, Aynizar Sukma, mengaku tidak tahu pasti jika ada sejumlah guru di SDN Buddi yang memilih menginap demi bisa tetap mengajar di sekolah itu.
Namun, Nizar, sapaan akrab Camat Arjasa itu, membenarkan bahwa jarak dari kecamatan menuju Desa Buddi harus ditempuh dalam waktu yang lama.
"Bahkan sebagian badan jalan belum terbentuk (menuju Desa Buddi). Belum ada pengerasan apapun," ujarnya.
Nizar menambahkan, jika sedang terjadi hujan, guru yang mengajar di Desa Buddi tidak mungkin pulang pakai motor, apalagi jalan kaki.
"Pasti malam kalau pulang dari sekolah," terangnya.
Terakhir, pembangunan jalan poros di Kecamatan Arjasa menuju Desa Buddi berupa proyek makadam yang dilaksanakan saat kegiatan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) beberapa waktu lalu.
"Di situ juga dimasukkan proyek Kabupaten Sumenep, dari sisi Desa Buddi," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang