Selama sekitar seminggu pameran tersebut, produk Macpop habis diborong hingga 1.000 pcs.
Tidak hanya itu, dia bahkan juga berhasil mendapatkan calon pelanggan dari Malaysia untuk dikirimkan 100 kilogram per bulannya.
“Sebenarnya sudah oke, cuma kendalanya karena kami belum punya sertifikasi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) jadi kalau untuk ekspor belum bisa. Makanya sekarang ini masih menabung untuk mengurus BPOM,” katanya.
Baca juga: Gerakkan UMKM, Telkom Inisisasi Program Bangga Kripik, Kopi, dan Sambal Indonesia
Kini, Macpop menjadi bisnis home industry dengan tujuh karyawan yang setiap minggunya mampu menghasilkan sekitar 200 pcs atau sekitar 20 kilogram keripik makaroni.
Dia mengatakan, omzet tertingginya bisa mencapai sekitar Rp 20 juta, sementara omzet terendahnya sekitar dibawah Rp 5 juta.
“Biasanya kalau ada momentum tertentu seperti Lebaran atau Natal kemarin kami ada hampers. Habisnya cepet banget. Seperti Lebaran kemarin, seminggu sebelumnya kami sudah close order,” ungkap Fery.
Meskipun saat ini Fery juga masih bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan, tapi dia berharap nantinya Macpop dapat berkembang lebih besar lagi.
“Karena kalau sekarang secara finansial juga masih belum stabil, penjualan kami juga masih naik-turun. Jadi aku kerja juga biar bisa nabung untuk mengembangkan bisnis ini,” tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang