PAMEKASAN, KOMPAS.com - Warga Madura telah lama menjalankan tradisi Toron atau pulang kampung.
Tradisi ini memiliki dua tujuan. Pertama, pulang kampung untuk merayakan tiga hari besar Islam seperti Iduladha, Idulfitri, dan maulid Nabi. Tujuan kedua, menyambung silaturahmi dengan sanak keluarga.
Baca juga: Tradisi Toron Warga Madura Jelang Iduladha, Lalu Lintas Suramadu Padat
Pengajar Ilmu Sosial Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura, Syukron Romadhon menjelaskan, Toron dilakukan oleh orang Madura yang berada di perantauan.
"Sebelum ada Jembatan Suramadu, Madura dianggap sebagai subordinat dari pulau Jawa, sehingga Toron itu dimaknai turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah," kata Syukron melalui sambungan telepon, Sabtu (15/6/2024).
Toron dalam arti perayaan hari-hari besar Islam di Madura yakni bahwa orang Madura yang merantau, pulang ke kampung halaman untuk merayakannya.
Untuk pulang kampung, dibutuhkan bekal yang cukup karena di kampung halaman akan dihadapkan pada perayaan.
Baca juga: 5 Kearifan Lokal di Jawa Timur, Ada Upacara Kasada dan Toron
"Kalau tidak punya bekal yang cukup, orang Madura tidak toron saat perayaan hari besar Islam. Namun Toron dalam arti silaturahmi, tidak harus memiliki bekal yang banyak karena hanya bertemu sanak famili," ujar Syukron.
Pria yang juga Kepala Program Studi Ilmu Sosial IAIN Madura ini mengungkapkan, ketika Toron saat Iduladha, warga Madura menyebutnya sebagai Tellasan Rajâ atau hari raya besar. Selain berhari raya, orang Madura akan bersilaturahmi kepada keluarganya yang naik haji.
"Setelah Iduladha, orang Madura akan silaturahmi dengan kerabatnya yang baru pulang haji. Sehingga, Iduladha juga disebut Tellasan Rajâ," ungkapnya.
Baca juga: 11 Anak Tersangka Kericuhan Suporter di Jembatan Suramadu Dibebaskan
Menurut Syukron, tradisi orang Madura merantau itu tidak lepas dari sejarah Madura masa lalu.
Sebelum kerajaan Majapahit berdiri, Adipati Sumenep sebagai pemangku kerajaan tua di ujung timur Madura, telah mengerahkan orang-orang Madura untuk membantu Raden Wijaya membabat Hutan Tarik di wilayah Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur untuk mendirikan Kerajaan Majapahit.
"Orang Madura yang membantu mendirikan Kerajaan Majapahit, ikut tinggal di sekitar keraton. Saat rindu kampung halaman, mereka Toron ke Madura," katanya.
Baca juga: Fakta Rumah Kontainer di Perairan Bangkalan Roboh, 1 Pencari Besi Tewas dan 7 Hilang
Tradisi itu kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan VOC saat membangun proyek jalan Anyer-Panarukan.
Di wilayah timur pulau Jawa, banyak orang Madura yang dikerahkan untuk bekerja rodi oleh VOC. Hal itu kemudian melahirkan keturunan orang Madura bercampur Jawa atau dikenal dengan Madura Pendalungan.
"Di Jawa kemudian ada istilah orang Madura swasta. Artinya, orang Madura yang tinggal di Jawa, tapi tradisinya, adat dan istiadatnya masih Madura," tandasnya.
Baca juga: Mengapa Orang Madura Melakukan Toron Tiap Jelang Idul Adha?
Karakteristik alam yang kurang subur, menuntut orang Madura merantau untuk memperbaiki ekonominya.
"Orang Madura yang sukses ekonominya di perantauan, akan Toron dengan penampilan yang berbeda. Seperti bawa mobil, banyak memakai perhiasan dan membagi-bagikan uang sebagai sedekah kepada sanak familinya," terang Syukron.
Bahkan, saat perayaan Maulid Nabi, orang Madura yang Toron akan mengundang tetangganya dengan acara pengajian, kemudian dibagikan berbagai macam hidangan kepada para undangan.
"Ada yang bagi-bagi beras sekarung, bagi-bagi uang, makanan, buah-buahan, alat dapur, pakaian dan alat-alat lainnya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.