BLITAR, KOMPAS.com – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Blitar melimpahkan kasus penganiayaan hingga tewas terhadap santri sebuah pondok pesantren di Kabupaten Blitar ke Kejaksaan Negeri Blitar pada Selasa (2/4/2024).
M Ali Rofi (13), santri Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak di Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, meninggal di ruang ICU RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Minggu (7/1/2024), setelah sebelumnya tak sadarkan diri akibat penganiayaan oleh belasan rekan sesama santri.
Pelimpahan kasus yang diikuti dengan pelimpahan barang bukti dan para tersangka itu diwarnai aksi unjuk rasa oleh keluarga korban di depan pintu lobi Kantor Kejaksaan Negeri Blitar dengan cara menunjukkan tiga poster kecil yang memajang foto Rofi.
“Intinya kami menuntut keadilan atas apa yang menimpa anak kami. Dan kami juga meminta agar 17 tersangka tidak dibiarkan bebas tapi ditahan,” ujar Yoyok Budi Utomo (44), ayah Rofi, kepada wartawan.
Baca juga: Pergi ke Sawah, Bapak dan Anak di Blitar Tewas di Sumur Irigasi
Yoyok mengaku merasakan ketidakadilan ketika orang-orang yang telah menganiaya Rofi hingga akhirnya menemui ajal tidak ditahan dan tetap bisa menjalani aktivitas normal seperti biasa.
Kata Yoyok, tidak hanya pihak keluarga yang merasakan rasa ketidakadilan itu, namun juga warga lingkungannya di Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan.
“Kami khawatir ada tindakan main hakim sendiri terhadap para tersangka bukan oleh kami tapi oleh teman-teman Rofi. Maka demi kebaikan bersama, kami minta para tersangka ditahan,” tuturnya.
Baca juga: Rute dan Tarif Bus Gunung Harta Solutions Executive Jakarta-Blitar
Sementara itu, kuasa hukum keluarga Rofi, Mashudi, mengatakan bahwa dari 17 tersangka hanya terdapat satu anak yang memang dapat menghindari penahanan setelah adanya penetapan tersangka karena baru berusia 13 tahun.
Tapi sisanya, lanjut Mashudi, sudah berusia 14 tahun dan 15 tahun sehingga berdasarkan hukum peradilan anak seharusnya dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kemarin saya dengar alasan pihak kepolisian tidak melakukan penahanan karena ada yang berusia 13 tahun. Tapi setelah kami cek, hanya satu saja yang berusia 13 tahun,” tuturnya.
Mashudi mengatakan bahwa pihak keluarga merasa terlukai rasa keadilannya karena selama 3 bulan terakhir sejak kematian Rofi, para tersangka pelaku penganiayaan tetap bebas menjalani aktivitas normal.
Selain masalah penahanan, pihaknya juga menangkap kesan penanganan kasus tersebut oleh pihak kepolisian dan kejaksaan terkesan lambat.
Berkas perkara yang disusun pihak Satuan Reskrim Polres Blitar, lanjutnya, baru saja dinyatakan lengkap atau P21 oleh pihak Kejaksaan Negeri Blitar padahal penyidikan kasus dan penetapan tersangka telah dilakukan hampir 3 bulan lalu.
“Penanganannya terkesan lambat. Kita bandingkan dengan kasus serupa, penganiayaan santri di Kediri, yang terjadi belakangan dibandingkan kasus ini. Tapi kasus di Kediri malah sekarang sudah masuk persidangan,” tutur Mashudi.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Blitar Agus Kurniawan mengatakan bahwa pihaknya mengambil langkah yang sama dengan pihak kepolisian terkait 17 santri yang menjadi tersangka, yakni tidak melakukan penahanan.